IMPLEMENTASI
UDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah
Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu : Miftahus Sholehudin, M.HI

Oleh:
Muhammad
Syafiq Syaputra
(14210055)
JURUSAN
AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS
SYARIAH
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2016
1.
Latar
Belakang
Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan manusia dalam masyarakat, hukum
menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk. Hukum juga memberikan petunjuk
mana yang harus diperbuat dan tidak boleh diperbuat, sehingga segala suatunya
bisa berjalan denga tertib dan teratur.[1]
Peraturan
dalam berlalu lintas menjadi hal yang penting karena menyangkut keselamatan dan
ketertiban masyarakat. Oleh karena itu dalam plaksanaannya perlu diatur dengan
sebuah peraturan yaitu UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan, yang memuat perilaku manusia disaat mengendarai motor termasuk pemakaian
helm yang terdapat di Pasal 106 ayat (8) tentang perlengkapan kendaraan
bermotor. Kepolisian sebagai alat Negara bertugas melaksanakan keamanan,
ketertiban, penegak hukum, perlindungan dan penganyoman bagi masyarakat. Oleh
karena itu fungsi dari Polisi khususnya Polisi lalu lintas melaksanakan
penjagaan, pengaturan, pengawasan dan patroli di jalan raya dan lingkungan
masyarakat. Masyarakat menjadikan lalu lintas sebagai faktor utama yang
berpengaruh dalam aktivitas. Sehingga jika terdapat banyak masalah atau
gangguan akan menghambat aktivitas masyarakat. Hambatan tersebut dapat berupa
kecelakaan, kemacetan maupun tindakan hukum karena pelanggaran. Oleh karena
itu, untuk mengurangi hambatan tersebut diperlukan kesadaran hukum dalam
berlalu lintas sehingga dapat tercipta situasi kondisi yang sesuai dengan
harapan.
Angka kecelakaan sepeda motor di
tanah air, kian tahun kian meningkat. Salah satu alasan mengapa banyak
pengendara sepeda motor yang meninggal atau mengalami luka parah, karena sepeda
motor hanya memberikan perlindungan yang sangat minimal terhadap pengendaranya.
Sehingga saat ini mode dan kesadaran pengendara roda dua mengenai pentingnya
alat keselamatan berkendara sudah sedemikian dikembangkan. Wujudnya berupa
digunakannya berbagai atribut keselamatan berkendara, baik pada kendaraan
maupun pada pengendara itu sendiri. Tidak kurang dana yang dikucurkan mencapai
ratusan hingga jutaan rupiah hanya untuk menebus sebuah helm, misalnya. Pada
kendaraan, alat-alat yang terpasang lebih sering kita sebut sebagai asesori dan
alat bantu berkendara.
Dalam
proses pengumpulan data, penulis menggunakan metode kualitatif yakni dengan
wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan kepada beberapa pegendara
kendaraan sepeda motor yang tidak mengenakan helm. Sedangkan observasi ini
dilakukan untuk melihat fakta yang terjadi di lapangan.
Data
Wawancara
Narasumber pertama adalah
seorang mahasiswa yang tidak menggunakan helm ketika mengendarai sepeda motor
saat berangkat kuliah.
Pertanyaan
|
Jawab
|
Maaf mas, sampean kok gak menggunakan helm ?
|
Iya mas, ini tadi gak sempet pake helm,
soalnya buru-buru sudah telat masuk kelas.
|
Apa sampean sadar yang sampean lakukan itu
melanggar Undang-Undang Lalu Lintas ?
|
Sadar mas, soalnya udah hafal jalan daerah sini, jadi gk ada
polisi yang razia di daerah sini.
|
Berarti sampean akan menggunakan helm apabila
ada polisi yang razia saja ?
|
Tidak mas. Kebetulan aja tadi pas gak
menggunkan helm.
|
Apa sampean gak takut kalau terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan karena tidak menggunakan helm akan menimpa sampean ?
|
Sebenarnya takut mas, konteksnya ini tadi
kepepet dan buru-buru. Jadi ya gak sempet pake.
|
Narasumber kedua adalah
seorang Bapak-bapak yang tidak menggunakan helm ketika mengendarai sepeda motor
saat mengantar istrinya berangkat ke kantor.
Pertanyaan
|
Jawab
|
Maaf pak, sampean kok gak menggunakan helm ?
|
Iya mas, Cuma nganter istri ke kantor, deket
kok mas, udah biasa setiap paginy kaya gini.
|
Apa sampean sadar yang sampean lakukan itu
melanggar Undang-Undang Lalu Lintas ?
|
Yaa sadar sih mas, lagian juga udah biasa,
lagipula juga gk ada polisi, kalok ada polisi mungkin baru pake helm.
|
Apakah sampean akan menggunakan helm apabila
ada polisi yang razia saja ?
|
Yaa takut kecelakaan juga, tapi lebih takut
ke Polisi kalok di tilang mas. Soalnya urusannya panjang males ngurus ke
Pengadilannya, yaa bisa sih damai tapi harus bayarnya itu yang males.
|
3. Teori Efektivitas Hukum
Efektivitas
dalam tindakan atau realita hukum dapat diketahui apabila seseorang menyatakan
bahwa suatu kaidah hukum berhasil atau gagal mencapai tujuannya, maka hal itu
biasanya diketahui apakah pengaruhnya berhasil mengatur sikap tindak atau
perilaku tertentu sehingga sesuai dengan tujuannya atau tidak. Efektivitas
hukum artinya suatu produk hukum akan disoroti dari tujuan yang ingin dicapai
apakah telah berhasil atau belum diterapkan di masyarakat dengan melihat pada
indikator-indikator penentu.
Efektif
menurut pakar hukum lain, Abdul Manan, hukum positif akan memiliki daya berlaku
yang efektif dalam masyarakat apabila selaras dengan kehidupan masyarakat.[2]
Selain itu Hans Kelsen mengemukakan efektivitas hukum terletak pada orang-orang
diarahkan untuk melakukan perbuatan yang diharuskan oleh suatu norma.[3]
Efektivitas
hukum merupakan teori di mana orang benar-benar berbuat sesuai dengan norma
norma hukum sebagaimana mereka harus berbuat, bahwa norma norma itu benar benar
diterapkan dan dipatuhi. Untuk mengetahui apakah hukum itu benar-benar
diterapkan atau dipatuhi oleh masyarakat maka harus dipenuhi beberapa faktor
yaitu:[4]
1.
Faktor hukumnya sendiri
2.
Faktor penegak hukum
3.
Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4.
Faktor masyarakat itu sendiri
5.
Faktor kebudayaan
Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat
oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum itu, juga merupakan tolok
ukur dari efektivitas hukum. Jadi apabila semua faktor itu telah terpenuhi
barulah tujuan hukum dalam masyarakat dapat dirasakan, yaitu kepastian hukum,
keadilan, dan kemanfaatan.
4.
Analisis
Kasus
Hukum adalah peraturan yang
berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku
manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan. Hukum
memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum dalam masyarakat.
Oleh sebab itu setiap masyarat berhak untuk memperoleh pembelaan didepan hukum.
Hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan atau ketetapan yang tertulis
ataupun yang tidak tertulis untuk mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan
sangsi untuk orang yang melanggar hukum.[5]
Seperti halnya dalam UU No. 22 tahun 2009
tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang memuat perilaku manusia disaat
mengendarai motor termasuk pemakaian helm yang terdapat di Pasal 106 ayat (8)
tentang perlengkapan kendaraan bermotor. Namun pada realitanya banyak
masyarakat yang mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan helm, baik mahasiswa
maupun masyarakat umum secara umum.
Hasil dokumentasi berupa photo mengenai pelanggaran
UU tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang memuat perilaku manusia disaat
mengendarai motor termasuk pemakaian helm di Jl. Gajayana.
Keterangan: Mahasiswa yang tidak menggunakan
Helm saat mengendaai sepeda motor. (diambil pada tanggal 24 april 2016 )
Keterangan: Bapak-bapak yang tidak menggunakan
Helm saat mengendaai sepeda motor. (diambil pada tanggal 24 april 2016 )
5.
Konstektualisasi
Aturan Hukum
Implementasi
merupakan perwujudan dari keinginan kaidah hukum agar fungsi pengendalian
sosial, kontrol sosial dapat terjelmakan dalam masyarakat. Sejak implementasi
dijalankan sejak itu pula aturan berbaur dengan masyarakat.[6] Menurut
Soerjono Soekanto mengungkapkan bahwa rule
of law yang berarti persamaan di hadapan hukum, yaitu setiap warga negara
harus tunduk kepada hukum.[7]
Implementasi hukum berarti berbicara mengenai pelaksanaan hukum itu sendiri
dimana hukum diciptakan untuk dilaksanakan. Hukum tidak bisa lagi disebut
sebagai hukum, apabila tidak pernah dilaksanakan.
6.
Kesimpulan
Guna melindungi pengendara
sepeda motor, di Indonesia telah dibuat undang-undang tentang kewajiban memakai
helm bagi pengendara sepeda motor. Undang-undang No. 22 tahun 2009 Tentang Lalu
Lintas Dan Angkutan Jalan pasal 106 ayat 8 mensyaratkan bagi semua pengendara
sepeda motor dan penumpangnya untuk memakai helm yang memenuhi standar nasional
Indonesia
Pengendara sepeda motor yang
tidak menggunakan helm atau hanya menggunakan helm plastik/topi proyek (tidak
memiliki pelindung dalam), jika kecelakaan akan mempunyai peluang luka otak
tiga kali lebih parah dibanding mereka yang memakai helm yang memenuhi SNI
(Standar Nasional Indonesia).
Penegakan peraturan lalu
lintas secara baik sangat tergantung pada beberapa faktor yang selama ini
kurang mendapatkan perhatian yang seksama, yakni: pemberian teladan kepatuhan
hukum dari para penegak hukum sendiri, sikap yang lugas dari para penegak
hukum, penyesuaian peraturan lalu lintas dengan memperhatikan usaha menanamkan
pengertian tentang peraturan lalu lintas, penjelasan tentang manfaat yang
konkrit dari peraturan tersebut, serta appeal kepada masyarakat untuk membantu
penegakan peraturan lalu lintas.
Untuk lebih meningkatkan kesadaran para pengendara sepeda motor
diperlukan sosialisasi berkesinambungan tentang penggunaan helm ber-SNI oleh
para institusi terkait terkoordinasi. Badan Standardisasi Nasional perlu
melakukan peninjauan ulang (review) yang berkelanjutan khususnya dalam hal
spesifikasi dan bentuk (mode) helm yang diminati para pengendara sepeda motor.
7.
Daftar Pustaka
Soeroso, 2013, Pengantar
Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika.
Abdul Manan, 2013, Aspek-Aspek Pengubah Hukum,
Jakarta, Kencana Prenada Media.
Hans Kelsen, 2014, Teori Umum Tentang Hukum dan
Negara – edisi terjemahan dari buku General Theory of Law oleh
Raisul Muttaqien, Bandung, Nusa Media.
Soerjono Soekanto, 2013, Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rajagrafindo Persada.
http://www.temukanpengertian.com/2013/08/pengertian-hukum.html
Saifullah, 2007, Refleksi
Sosiologi Hukum, Bandung, PT Refika Aditama.
Zainuddin Ali, 2008, Sosiologi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.
[1] Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta:
Sinar Grafika, 2013), h.54
[2] Abdul Manan, 2013, Aspek-Aspek
Pengubah Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta,
[3] Hans Kelsen, 2014, Teori Umum
Tentang Hukum dan Negara – edisi terjemahan dari buku General
Theory of Law oleh Raisul Muttaqien, Nusa Media, Bandung , h.54.
[4] Soerjono Soekanto, 2013, Faktor-Faktor
Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta
(Selanjutnya disebut Soerjono Soekanto IV), h.8.
[5] http://www.temukanpengertian.com/2013/08/pengertian-hukum.html#
[6] Saifullah, Refleksi Sosiologi
Hukum, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), h.28-29
[7] Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum,
(Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.58
0 komentar:
Posting Komentar