Minggu, 29 Mei 2016



APLIKASI UDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009
TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
(KHUSUSNYA BAGI PENGENDARA YANG
TIDAK MENGGUNAKAN HELM)
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu : Miftahus Sholehudin, M.HI

Oleh:
 Muhammad Syafiq Syaputra
 (14210055)

JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2016
1.      Latar Belakang  
            Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan manusia dalam masyarakat, hukum menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk. Hukum juga memberikan petunjuk mana yang harus diperbuat dan tidak boleh diperbuat, sehingga segala suatunya bisa berjalan denga tertib dan teratur.[1]
Peraturan dalam berlalu lintas menjadi hal yang penting karena menyangkut keselamatan dan ketertiban masyarakat. Oleh karena itu dalam plaksanaannya perlu diatur dengan sebuah peraturan yaitu UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang memuat perilaku manusia disaat mengendarai motor termasuk pemakaian helm yang terdapat di Pasal 106 ayat (8) tentang perlengkapan kendaraan bermotor. Kepolisian sebagai aparatur Negara bertugas melaksanakan keamanan, ketertiban, penegak hukum, perlindungan dan penganyoman bagi masyarakat. Oleh karena itu fungsi dari Polisi khususnya Polisi lalu lintas melaksanakan penjagaan, pengaturan, pengawasan dan patroli di jalan raya dan lingkungan masyarakat. Masyarakat menjadikan lalu lintas sebagai faktor utama yang berpengaruh dalam aktivitas. Sehingga jika terdapat banyak masalah atau gangguan akan menghambat aktivitas masyarakat. Hambatan tersebut dapat berupa kecelakaan, kemacetan maupun tindakan hukum karena pelanggaran. Oleh karena itu, untuk mengurangi hambatan tersebut diperlukan kesadaran hukum dalam berlalu lintas sehingga dapat tercipta situasi kondisi yang sesuai dengan harapan.
Angka kecelakaan sepeda motor di tanah air, kian tahun kian meningkat. Salah satu alasan mengapa banyak pengendara sepeda motor yang meninggal atau mengalami luka parah, karena sepeda motor hanya memberikan perlindungan yang sangat minimal terhadap pengendaranya. Sehingga saat ini mode dan kesadaran pengendara roda dua mengenai pentingnya alat keselamatan berkendara sudah sedemikian dikembangkan. Wujudnya berupa digunakannya berbagai atribut keselamatan berkendara, baik pada kendaraan maupun pada pengendara itu sendiri. Tidak kurang dana yang dikucurkan mencapai ratusan hingga jutaan rupiah hanya untuk menebus sebuah helm, misalnya. Pada kendaraan, alat-alat yang terpasang lebih sering kita sebut sebagai aksesoris dan alat bantu berkendara saja.
2.      Metode Pengumpulan Data 
Dalam proses pengumpulan data, penulis menggunakan metode kualitatif yakni dengan wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan kepada beberapa pegendara kendaraan sepeda motor yang tidak mengenakan helm. Sedangkan observasi ini dilakukan untuk melihat fakta yang terjadi di lapangan.
3.      Kajian Teori
            Teori Efektivitas Hukum
Efektivitas dalam tindakan atau realita hukum dapat diketahui apabila seseorang menyatakan bahwa suatu kaidah hukum berhasil atau gagal mencapai tujuannya, maka hal itu biasanya diketahui apakah pengaruhnya berhasil mengatur sikap tindak atau perilaku tertentu sehingga sesuai dengan tujuannya atau tidak. Efektivitas hukum artinya suatu produk hukum akan disoroti dari tujuan yang ingin dicapai apakah telah berhasil atau belum diterapkan di masyarakat dengan melihat pada indikator-indikator penentu.
Efektif menurut pakar hukum lain, Abdul Manan, hukum positif akan memiliki daya berlaku yang efektif dalam masyarakat apabila selaras dengan kehidupan masyarakat.[2] Selain itu Hans Kelsen mengemukakan efektivitas hukum terletak pada orang-orang diarahkan untuk melakukan perbuatan yang diharuskan oleh suatu norma.[3]
Efektivitas hukum merupakan teori di mana orang benar-benar berbuat sesuai dengan norma norma hukum sebagaimana mereka harus berbuat, bahwa norma norma itu benar benar diterapkan dan dipatuhi. Untuk mengetahui apakah hukum itu benar-benar diterapkan atau dipatuhi oleh masyarakat maka harus dipenuhi beberapa faktor yaitu:[4]
1. Faktor hukumnya sendiri
2. Faktor penegak hukum
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4. Faktor masyarakat itu sendiri
5. Faktor kebudayaan
Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum itu, juga merupakan tolok ukur dari efektivitas hukum. Jadi apabila semua faktor itu telah terpenuhi barulah tujuan hukum dalam masyarakat dapat dirasakan, yaitu kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.

4.      Analisis Kasus
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan. Hukum memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh sebab itu setiap masyarat berhak untuk memperoleh pembelaan didepan hukum. Hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan atau ketetapan yang tertulis ataupun yang tidak tertulis untuk mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi untuk orang yang melanggar hukum.[5]
Seperti halnya dalam UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang memuat perilaku manusia disaat mengendarai motor termasuk pemakaian helm yang terdapat di Pasal 106 ayat (8) tentang perlengkapan kendaraan bermotor. Namun pada realitanya banyak masyarakat yang mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan helm, baik mahasiswa maupun masyarakat umum secara umum.
Hasil dokumentasi berupa foto mengenai pelanggaran UU tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang memuat perilaku manusia disaat mengendarai motor termasuk pemakaian helm di Jl. Gajayana.

Keterangan: Mahasiswa yang tidak menggunakan Helm saat mengendarai sepeda motor. (diambil pada tanggal 24 april 2016 )
                      
Keterangan: Bapak-bapak yang tidak menggunakan Helm saat mengendarai sepeda motor. (diambil pada tanggal 24 april 2016 )
Untuk mengetahui lebih banyak informasi, penulis melakukan wawancara kepada seorang mahasiswa yang mengendarai sepeda motor dengan tanpa mengunakan helm.[6]
Maaf mas, sampean kok gak menggunakan helm ?
Iya mas, ini tadi gak sempet pake helm, soalnya buru-buru sudah telat masuk kelas, lagian jarak kost sama kampus juga deket kok mas.
Apa sampean sadar yang sampean lakukan itu melanggar Undang-Undang Lalu Lintas ?
Sadar mas, soalnya  udah hafal jalan daerah sini, jadi gk ada polisi yang razia di daerah sini.
Berarti sampean akan menggunakan helm apabila ada polisi yang razia saja ?
Yaa, gak juga sih mas. Kebetulan aja tadi pas gak sempet helm.
Apa sampean gak takut kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena tidak menggunakan helm akan menimpa sampean ?
Sebenarnya takut mas, keadaannya ini tadi kepepet dan buru-buru. Jadi ya gak sempet pake.
Dari hasil wawancara tersebut, mengindikasikan bahwa narasumber hanya akan menggunaka helm apabila ada polisi yang berjaga dan menertibkan lalu lintas dan apabila ketika melakukan perjalan jauh saja.
 Jika dikaitkan dengan teori efektifitas hukum (Soerjono Soekanto), faktor penegak hukum yang menyebabkan UU tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan tidak efektif, sehingga tujuan hukum ini tidak terlaksana. Kepolisian sebagai penegak hukum seharusnya melaksanakan tugasnya agar hukum terlaksana, misalnya dengan melakukan penjagaan dan penertiban secara berkelanjutan, sosialisasi, edukasi, dan memberikan sangsi yang menjadikan pengguna jalan tersebut jera atas tindakanny tidak mengunakan helm saat berkendara. Selain faktor penegak hukum, masyarakat juga menjadi faktor yang lain. Tidak adanya kesadaran dan rendahnya pemahaman masyarakat tentang tentang pentingnya mengunakan helm demi keselamatan jiwanya menjadi penyebab hukum tidak efektif.
5.      Konstektualisasi Aturan Hukum 
Dari lima faktor yang diberikan oleh Soerjono Soekanto dalam teori efektifitas operasionalisasi hukum sebagaimana diatas, maka bila dikaitkan dengan kurang efektifnya UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan sebagaimana yang telah dipaparkan diatas maka penulis memberikan suatu pemikiran atau suatu kesimpulan, mengapa aturan hukum yang telah terumuskan dengan sangat baik tersebut menjadi tidak efektif dan bahkan tidak berlaku, yakni sebagai berikut:
a.       Dari faktor hukumnya sendiri.
Dilihat dari hukumnya apakah hukunya untuk semua pengendara sepeda motor atau hanya untuk mereka yang melakuan perjalan yang jauh atau bahkan hanya untuk mereka-mereka yang mengerti bahwa ada UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan saja yang harus menggunakan helm.
b.      Dari faktor penegak hukum.
Penegak hukum disini adalah seorang aparat kepolisian, khususnya polisi lalu lintas yang menertibkan setiap pelanggaran yang terjadi dijalan.
c.       Dari Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum.
Sarana yang harus disediakan adalah berupa rambu-rambu dan peringatan-peringatan yang dipajang di tempat-tempat yang sekiranya banyak orang bisa membaca dan memahaminya.
d.      Dari faktor masyarakat itu sendiri.
Masyarakat disini adalah keseluruhan rakyat Indonesia yang sadar dan taat hukum, disini dapat dikatakan bahwasanya kesadaran hukum yang dimiliki oleh masyarakat sangat berperan penting demi berlakunya sebuah hukum tersebut.
e.       Dari faktor budaya.
Budaya yang berlaku adalah sebuah kebiasaan yang timbul disuatu masyarakat bahwasanya pentingnya menggunakan helm saat berkendara demi kesehatan pengendara tersebut.

6.      Kesimpulan
Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan manusia dalam masyarakat, hukum menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk. Hukum juga memberikan petunjuk mana yang harus diperbuat dan tidak boleh diperbuat, sehingga segala suatunya bisa berjalan denga tertib dan teratur.
Hukum akan efektif jika didukung oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Faktor hukumnya sendiri
2. Faktor penegak hukum
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4. Faktor masyarakat itu sendiri
5. Faktor kebudayaan

Guna melindungi pengendara sepeda motor, di Indonesia telah dibuat undang-undang tentang kewajiban memakai helm bagi pengendara sepeda motor. Undang-undang No. 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pasal 106 ayat 8 mensyaratkan bagi semua pengendara sepeda motor dan penumpangnya untuk memakai helm yang memenuhi standar nasional Indonesia
Pengendara sepeda motor yang tidak menggunakan, jika kecelakaan akan mempunyai peluang luka otak tiga kali lebih parah dibanding mereka yang memakai helm yang memenuhi SNI (Standar Nasional Indonesia).
Penegakan peraturan lalu lintas secara baik sangat tergantung pada beberapa faktor yang selama ini kurang mendapatkan perhatian yang seksama, yakni: pemberian teladan kepatuhan hukum dari para penegak hukum sendiri, sikap yang lugas dari para penegak hukum, penyesuaian peraturan lalu lintas dengan memperhatikan usaha menanamkan pengertian tentang peraturan lalu lintas, penjelasan tentang manfaat yang konkrit dari peraturan tersebut, serta kerjasama kepada masyarakat untuk membantu penegakan peraturan lalu lintas.











7.      Daftar Pustaka
Soeroso, 2013, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika.
Abdul Manan, 2013, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media.
Hans Kelsen, 2014, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara – edisi terjemahan dari buku General Theory of Law oleh Raisul Muttaqien, Bandung, Nusa Media.
Soerjono Soekanto, 2013, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rajagrafindo Persada.
http://www.temukanpengertian.com/2013/08/pengertian-hukum.html


[1] Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.54
[2] Abdul Manan, 2013, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta,
[3] Hans Kelsen, 2014, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara edisi terjemahan dari buku General Theory of Law oleh Raisul Muttaqien, Nusa Media, Bandung , h.54.
[4] Soerjono Soekanto, 2013, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta (Selanjutnya disebut Soerjono Soekanto IV), h.8.
[5] http://www.temukanpengertian.com/2013/08/pengertian-hukum.html
[6] Arif Mujahidin, Usia 20 Tahun, diambil pada 24 April 2016.

Minggu, 08 Mei 2016

          IMPLEMENTASI UDANG-UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2009 TENTANG LALU LINTAS DAN ANGKUTAN JALAN
Disusun Untuk Memenuhi Tugas Akhir Mata Kuliah Sosiologi Hukum
Dosen Pengampu : Miftahus Sholehudin, M.HI

Oleh:
 Muhammad Syafiq Syaputra
 (14210055)

JURUSAN AL-AHWAL AL-SYAKHSIYYAH
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM
MALANG
2016

1.      Latar Belakang  
            Hukum sebagai norma merupakan petunjuk untuk kehidupan manusia dalam masyarakat, hukum menunjukkan mana yang baik dan mana yang buruk. Hukum juga memberikan petunjuk mana yang harus diperbuat dan tidak boleh diperbuat, sehingga segala suatunya bisa berjalan denga tertib dan teratur.[1]
Peraturan dalam berlalu lintas menjadi hal yang penting karena menyangkut keselamatan dan ketertiban masyarakat. Oleh karena itu dalam plaksanaannya perlu diatur dengan sebuah peraturan yaitu UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang memuat perilaku manusia disaat mengendarai motor termasuk pemakaian helm yang terdapat di Pasal 106 ayat (8) tentang perlengkapan kendaraan bermotor. Kepolisian sebagai alat Negara bertugas melaksanakan keamanan, ketertiban, penegak hukum, perlindungan dan penganyoman bagi masyarakat. Oleh karena itu fungsi dari Polisi khususnya Polisi lalu lintas melaksanakan penjagaan, pengaturan, pengawasan dan patroli di jalan raya dan lingkungan masyarakat. Masyarakat menjadikan lalu lintas sebagai faktor utama yang berpengaruh dalam aktivitas. Sehingga jika terdapat banyak masalah atau gangguan akan menghambat aktivitas masyarakat. Hambatan tersebut dapat berupa kecelakaan, kemacetan maupun tindakan hukum karena pelanggaran. Oleh karena itu, untuk mengurangi hambatan tersebut diperlukan kesadaran hukum dalam berlalu lintas sehingga dapat tercipta situasi kondisi yang sesuai dengan harapan.
Angka kecelakaan sepeda motor di tanah air, kian tahun kian meningkat. Salah satu alasan mengapa banyak pengendara sepeda motor yang meninggal atau mengalami luka parah, karena sepeda motor hanya memberikan perlindungan yang sangat minimal terhadap pengendaranya. Sehingga saat ini mode dan kesadaran pengendara roda dua mengenai pentingnya alat keselamatan berkendara sudah sedemikian dikembangkan. Wujudnya berupa digunakannya berbagai atribut keselamatan berkendara, baik pada kendaraan maupun pada pengendara itu sendiri. Tidak kurang dana yang dikucurkan mencapai ratusan hingga jutaan rupiah hanya untuk menebus sebuah helm, misalnya. Pada kendaraan, alat-alat yang terpasang lebih sering kita sebut sebagai asesori dan alat bantu berkendara.
2.      Metode Pengumpulan Data 
Dalam proses pengumpulan data, penulis menggunakan metode kualitatif yakni dengan wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan kepada beberapa pegendara kendaraan sepeda motor yang tidak mengenakan helm. Sedangkan observasi ini dilakukan untuk melihat fakta yang terjadi di lapangan.
            Data Wawancara
Narasumber pertama adalah seorang mahasiswa yang tidak menggunakan helm ketika mengendarai sepeda motor saat berangkat kuliah.
Pertanyaan
Jawab
Maaf mas, sampean kok gak menggunakan helm ?
Iya mas, ini tadi gak sempet pake helm, soalnya buru-buru sudah telat masuk kelas.
Apa sampean sadar yang sampean lakukan itu melanggar Undang-Undang Lalu Lintas ?
Sadar mas, soalnya  udah hafal jalan daerah sini, jadi gk ada polisi yang razia di daerah sini.
Berarti sampean akan menggunakan helm apabila ada polisi yang razia saja ?
Tidak mas. Kebetulan aja tadi pas gak menggunkan helm.
Apa sampean gak takut kalau terjadi hal-hal yang tidak diinginkan karena tidak menggunakan helm akan menimpa sampean ?
Sebenarnya takut mas, konteksnya ini tadi kepepet dan buru-buru. Jadi ya gak sempet pake.

Narasumber kedua adalah seorang Bapak-bapak yang tidak menggunakan helm ketika mengendarai sepeda motor saat mengantar istrinya berangkat ke kantor.
Pertanyaan
Jawab
Maaf pak, sampean kok gak menggunakan helm ?
Iya mas, Cuma nganter istri ke kantor, deket kok mas, udah biasa setiap paginy kaya gini.
Apa sampean sadar yang sampean lakukan itu melanggar Undang-Undang Lalu Lintas ?
Yaa sadar sih mas, lagian juga udah biasa, lagipula juga gk ada polisi, kalok ada polisi mungkin baru pake helm.
Apakah sampean akan menggunakan helm apabila ada polisi yang razia saja ?
Yaa takut kecelakaan juga, tapi lebih takut ke Polisi kalok di tilang mas. Soalnya urusannya panjang males ngurus ke Pengadilannya, yaa bisa sih damai tapi harus bayarnya itu yang males.


3.      Teori Efektivitas Hukum
Efektivitas dalam tindakan atau realita hukum dapat diketahui apabila seseorang menyatakan bahwa suatu kaidah hukum berhasil atau gagal mencapai tujuannya, maka hal itu biasanya diketahui apakah pengaruhnya berhasil mengatur sikap tindak atau perilaku tertentu sehingga sesuai dengan tujuannya atau tidak. Efektivitas hukum artinya suatu produk hukum akan disoroti dari tujuan yang ingin dicapai apakah telah berhasil atau belum diterapkan di masyarakat dengan melihat pada indikator-indikator penentu.
Efektif menurut pakar hukum lain, Abdul Manan, hukum positif akan memiliki daya berlaku yang efektif dalam masyarakat apabila selaras dengan kehidupan masyarakat.[2] Selain itu Hans Kelsen mengemukakan efektivitas hukum terletak pada orang-orang diarahkan untuk melakukan perbuatan yang diharuskan oleh suatu norma.[3]
Efektivitas hukum merupakan teori di mana orang benar-benar berbuat sesuai dengan norma norma hukum sebagaimana mereka harus berbuat, bahwa norma norma itu benar benar diterapkan dan dipatuhi. Untuk mengetahui apakah hukum itu benar-benar diterapkan atau dipatuhi oleh masyarakat maka harus dipenuhi beberapa faktor yaitu:[4]
1. Faktor hukumnya sendiri
2. Faktor penegak hukum
3. Faktor sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum
4. Faktor masyarakat itu sendiri
5. Faktor kebudayaan
Kelima faktor tersebut saling berkaitan erat oleh karena merupakan esensi dari penegakan hukum itu, juga merupakan tolok ukur dari efektivitas hukum. Jadi apabila semua faktor itu telah terpenuhi barulah tujuan hukum dalam masyarakat dapat dirasakan, yaitu kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan.

4.      Analisis Kasus
Hukum adalah peraturan yang berupa norma dan sanksi yang dibuat dengan tujuan untuk mengatur tingkah laku manusia, menjaga ketertiban, keadilan, mencegah terjadinya kekacauan. Hukum memiliki tugas untuk menjamin bahwa adanya kepastian hukum dalam masyarakat. Oleh sebab itu setiap masyarat berhak untuk memperoleh pembelaan didepan hukum. Hukum dapat diartikan sebagai sebuah peraturan atau ketetapan yang tertulis ataupun yang tidak tertulis untuk mengatur kehidupan masyarakat dan menyediakan sangsi untuk orang yang melanggar hukum.[5]
Seperti halnya dalam UU No. 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang memuat perilaku manusia disaat mengendarai motor termasuk pemakaian helm yang terdapat di Pasal 106 ayat (8) tentang perlengkapan kendaraan bermotor. Namun pada realitanya banyak masyarakat yang mengendarai sepeda motor tanpa menggunakan helm, baik mahasiswa maupun masyarakat umum secara umum.
Hasil dokumentasi berupa photo mengenai pelanggaran UU tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, yang memuat perilaku manusia disaat mengendarai motor termasuk pemakaian helm di Jl. Gajayana.

Keterangan: Mahasiswa yang tidak menggunakan Helm saat mengendaai sepeda motor. (diambil pada tanggal 24 april 2016 )
                       
Keterangan: Bapak-bapak yang tidak menggunakan Helm saat mengendaai sepeda motor. (diambil pada tanggal 24 april 2016 )
5.      Konstektualisasi Aturan Hukum 
Implementasi merupakan perwujudan dari keinginan kaidah hukum agar fungsi pengendalian sosial, kontrol sosial dapat terjelmakan dalam masyarakat. Sejak implementasi dijalankan sejak itu pula aturan berbaur dengan masyarakat.[6] Menurut Soerjono Soekanto mengungkapkan bahwa rule of law yang berarti persamaan di hadapan hukum, yaitu setiap warga negara harus tunduk kepada hukum.[7] Implementasi hukum berarti berbicara mengenai pelaksanaan hukum itu sendiri dimana hukum diciptakan untuk dilaksanakan. Hukum tidak bisa lagi disebut sebagai hukum, apabila tidak pernah dilaksanakan.

6.      Kesimpulan
Guna melindungi pengendara sepeda motor, di Indonesia telah dibuat undang-undang tentang kewajiban memakai helm bagi pengendara sepeda motor. Undang-undang No. 22 tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan pasal 106 ayat 8 mensyaratkan bagi semua pengendara sepeda motor dan penumpangnya untuk memakai helm yang memenuhi standar nasional Indonesia
Pengendara sepeda motor yang tidak menggunakan helm atau hanya menggunakan helm plastik/topi proyek (tidak memiliki pelindung dalam), jika kecelakaan akan mempunyai peluang luka otak tiga kali lebih parah dibanding mereka yang memakai helm yang memenuhi SNI (Standar Nasional Indonesia).
Penegakan peraturan lalu lintas secara baik sangat tergantung pada beberapa faktor yang selama ini kurang mendapatkan perhatian yang seksama, yakni: pemberian teladan kepatuhan hukum dari para penegak hukum sendiri, sikap yang lugas dari para penegak hukum, penyesuaian peraturan lalu lintas dengan memperhatikan usaha menanamkan pengertian tentang peraturan lalu lintas, penjelasan tentang manfaat yang konkrit dari peraturan tersebut, serta appeal kepada masyarakat untuk membantu penegakan peraturan lalu lintas.
Untuk lebih meningkatkan kesadaran para pengendara sepeda motor diperlukan sosialisasi berkesinambungan tentang penggunaan helm ber-SNI oleh para institusi terkait terkoordinasi. Badan Standardisasi Nasional perlu melakukan peninjauan ulang (review) yang berkelanjutan khususnya dalam hal spesifikasi dan bentuk (mode) helm yang diminati para pengendara sepeda motor.

















7.      Daftar Pustaka
Soeroso, 2013, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika.
Abdul Manan, 2013, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Jakarta, Kencana Prenada Media.
Hans Kelsen, 2014, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara – edisi terjemahan dari buku General Theory of Law oleh Raisul Muttaqien, Bandung, Nusa Media.
Soerjono Soekanto, 2013, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta, Rajagrafindo Persada.
http://www.temukanpengertian.com/2013/08/pengertian-hukum.html
Saifullah, 2007, Refleksi Sosiologi Hukum, Bandung, PT Refika Aditama.
Zainuddin Ali, 2008, Sosiologi Hukum, Jakarta: Sinar Grafika.




[1] Soeroso, Pengantar Ilmu Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2013), h.54
[2] Abdul Manan, 2013, Aspek-Aspek Pengubah Hukum, Kencana Prenada Media, Jakarta,
[3] Hans Kelsen, 2014, Teori Umum Tentang Hukum dan Negara edisi terjemahan dari buku General Theory of Law oleh Raisul Muttaqien, Nusa Media, Bandung , h.54.
[4] Soerjono Soekanto, 2013, Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Rajagrafindo Persada, Jakarta (Selanjutnya disebut Soerjono Soekanto IV), h.8.
[5] http://www.temukanpengertian.com/2013/08/pengertian-hukum.html#
[6] Saifullah, Refleksi Sosiologi Hukum, (Bandung: PT Refika Aditama, 2007), h.28-29
[7] Zainuddin Ali, Sosiologi Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h.58 

Unordered List

Sample Text

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget