AKU HARUS
JADI
MALAIKAT!

Oleh
:
MUHAMMAD
SYAFIQ SYAPUTRA
No.
Induk : 6454
Pembimbing
:
Chotimatul
Chusnaa, S.Pd
Nip
: 196807251996032001
MADRASAH
ALIYAH NEGERI KEMBANGSAWIT
Tahun
Pelajaran 2013/2014
ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL
“AKU HARUS JADI MALAIKAT!”
Oleh : MUHAMMAD SYAFIQ SYAPUTRA
A.
IDENTITAS BUKU

o Judul : Aku Harus Jadi Malaikat!
o Pengarang : Zakiyah D. Aziz
o Penerbit : DIVA Press
o Tempat dan
Tahun Terbit : Jogjakarta, Mei 2013
o Cetakan : Pertama
o Tebal Novel : 259 halaman
B.
SINOPSIS
Ketidak sanggupan dalam menghadapi kenyataan yang begitu pahit,
seorang yang dulunya tampan nan gagah perkasa kini ia hrus menjalani kehidupannya
dengan satu kaki. Hal tersebut membuat seorang Adi Nugroho menjalani
kesehariannya dalam sebuah keterpurukan yang menkutkan, seakan tak percaya
bahwa sekarang ia adalah seorang BUNTUNG. Kurang lebih selama dua bulan Adi mengurung
dirinya hanya melakukan segala aktivitasnya didalam kamar.
Suatu kejadian yang tidak akan pernah Adi lupakan, saat Adi dan
teman-temannya menonton sebuah konser musik di Ancol, sebuah kecelakaan kecil
terjadi.karena banyaknya penonton hingga berdesak-desakan, sandal yang Adi
kenakan pun terlepas. Dan saking asyiknya Adi mengikuti deru irama musik yang
menghentak Adi pun tidak memperhatikan tanah yang ia injak dan ternyata ada
pecahan botol dari bahan beling. Darah pun seketika mengalir dari telapak
kakinya. Namun ia pikir itu hanyalah luka biasa yang tidak berbahaya. Itulah
awal dari peristiwa tragis yang saat ini ia alami. Luka yang dulunya ia acuhkan
lama-lama membengkak, dan terinfeksi titanus. Dari situlah Dokter menyarankan
agar kakinya segera di amputasi, kalau tidak ingin penyakit itu menjalar
keseluruh tubuh dan bisa menyebabkan kematian.
Berkat dukungan kelurga dan sahabatnya yang tak lelah-lelahnya memberikan
suntikan semangat kepada Adi walaupun terkadang Adi menanggapinya dengan sikap
acuh tak acuh bahkan malah balik memarahi mereka.tetapi berkat mereka lah, kini
perlahan tapi pasti Adi mulai meninggalkan keterpurukan yang menimpanya, ia
mulai mau keluar rumah dengan adik-adiknya guna berolah raga pagi. Membuka les
privat walaupun muridnya hanya satu,yaitu Farida siswi kelas 3 SMP yang tidak
lain adalah adik dari sahabatnya Firman, yang baru dikenalkannya ketika bertemu
dijalan sewaktu Adi jalan-jalan pagi.
Melihat perkembangan anaknya yang mulai menjalani kehidupannya
seperti semula, Bapaknya Adi pun berinisiatif untuk membelikannya kaki palsu
atau sering disebut “Kaki Robocop”, hal tersebut disambut bahagia oleh Adi,
karena Adi sendiri juga akan melanjutkan kuliahnya yang sempat berhenti karena
kejadian itu, Adi dibantu oleh Firman dan temannya Bambang seorang aktivis
kerohanian yang ada dikampus adi memutuskan untuk tinggal dikost-kostan dekat
kampus bersama Bambang, meskipun awalnya orangtua Adi tidak mengijinkannya
untuk tinggal dikost tetapi setelah diberi pengarahan oleh Firman dan Bambang akhirnya
kedua orangtuaku mengijinkan walaupun penuh dengan rasa kekhawatiran. Tidak
hanya itu, Adi juga mengikuti sebuah kgiatan yang mungkin menurut kita tidak
mungkin dilakukan oleh seorang yang BUNTUNG seprti Adi, sebab untuk mengurus
dirinya sendiri saja mungkin dia masih kesulitan, apa lagi harus mendaki gunung
Pangrango, puncak tertinggi Jawa Barat. Tapi Adi membuktikan bahwa ia mampu
menaklukkan dirinya sendiri walau dengan keterbatasan yang ia miliki.
Pada awal-awal Adi tinggal dikost, Adi merasakan kesulitan bahkan
sempat putus asa, tetapi berkat bantuan teman-temannya dikost, ia bisa
menjalaninya dengan tegar, sekarang ia harus menyiapkan sendiri, yang tadinya
segala sesuatu Ibu yang menyiapkan segala keperluannya. Kini ia tumbuh menjadi
seorang yang mandiri.
Dikampus Adi menjadi salah satu anggota Aktivis kerohanian, itu
karena sahabatnya Firman dan Bambang yang sering mengajaknya menghadiri
pengajian-pengajian yang ada dikampus dan sekitarnya, hingga suatu saat Firman
mengajak Adi untuk pergi kesebuah Panti Asuhan yang sering Firman kunjungi.
Kebetulan Panti Asuhan tersebut sedang mengadakan kegiatan rutin untuk
memberikan motivasi kepada anak yatim yang ada pada Panti Asuhan tersebut,
ketika acara dimulai ternyata Firman menunjuk Adi untuk menjadi pembicara dalam
kegiatan tersebut, mau tidak mau Adi harus menjadi pembicara, karena Ibu
Fatimah Selaku pengasuh Panti Asuhan tersebut mempercayakan itu kepada Adi. Adi
pun menceritakan semua kisah hidupnya yang penuh dengan keharuan, sontak seisi
Aula menangis haru, hingga Ibu Fatimah pun juga terlihat prihatin atas kisah
kehidupan Adi. Seorang BUNTUNG yang dulunya hanya bisa mengeluh dan menyesal
atas nasib yang ia dapatkan, kini menjadi seorang yang mandiri dan sanggup
menjalani kerasnya kehidupan. Dari situ lah Adi mulai aktif menjadi seorang Motivator
dalam setiap kegiatan yang ia ikuti.
Selain itu, Adi juga mulai memikirkan keinginannya dulu yang ingin membelikan
rumah mewah seprti yang ada pada kawasan perumahan elite di daerah Kebayoran Baru.
Tapi ia sadar diri, dia hanyalah seorang mahasiswa cacat yang masih meraba-raba
masa depannya. Dari situlah ia berusaha untuk berusaha mewujudkan keinginannya
itu, sampai suatu ketika saat ia berada di Panti Asuhan yang biasa ia dan
Firman kunjungi, ia diutus oleh Ibu Fatimah untuk menemui anaknya yang bukan
lain adalah seorang pengusaha properti yang sangat sukses, ia berpikir.“Kalau hanya
uang untuk pembangunan rumah mah gampang, yang penting tahu ilmunya dulu dari
si tukang pembuat bangunan.” Mungkin dari sini lah tumbuh rasa untuk dapat mewujudkan
keinginannya yaitu memblikan rumah yang mewah untuk Orang tuanya. Keesokan
harinya ia berangkat ke kantor yang ditunjukkan oleh Ibu Fatimah untuk menemui
anaknya itu. Ternyata Pak Herman namanya, seorang yang katantya pengusaha
sukses, namun sungguh bersahaja. Hanya menggunakan kaus lengan pendek dan
celana kain yang duduk di sebuah kantor yang cukup mewah. Di sana Adi disambut
dengan sangat ramah, hingga akhirnya Adi diberi sebuah pekerjaan dibidang marketing
atau bagian pemasaran, walaupun kedengarannya sangat sulit, tapi Adi tetap
mengambilnya. Lumayan untuk tambahan uang kuliah sekaligus belajar menjadi
seorang pengusaha walaupun dimulai dari pekerjaan yang paling rendah, walau pun
demikian, untuk menjadi seorang penguaha harus bisa menjual, karena kemampuan
menjual adalah salah satu skill yang mesti dimiliki jika kita ingin
menjadi pengusaha.
Hari demi hari bulan
demi bulan telah Adi lewati dengan segala keterbatasannya, sampai-sampai dia
lupa kalau sudah terlalu lama ia meningglaikan tugas skripsinya. Ia pikir
menjadi motivator meskipun kelas kampungan itu lebih mengasyikkan dari pada
harus bergelut dengan proposal skripsi
yang super-super membingungkan, belum lagi dengan dosennya yang super killer,
itu semua akan membuat hari-harinya dalam kebingungan yang tak berujung. Hingga
akhirnya karena dukungan keluarga dan sahabat-sahabatnya ia mulai menggarap
skripsiny itu, tak butuh waktu lama untuk menyelesaikan tinggal melanjutkan
judul skripsi yang dulu dan cukap dua minggu pun jadi, akhirnya dia pun lulus
dan diwisuda.
Kejutan pun
tiba. Tanpa harus susah payah melamar pekerjaan, Adi langsung ditawari oleh Pak
Herman untuk menjadi asisten Mas Aji seorang manager marketing yang tugasnya
bertemu dengan para klien, presentasi, dan bernegosiasi. Dari sana lah Adi
mendapatkan relasi yang cukup banyak. Saking asyiknya bergelut dengan pekerjaannya,
sampa-sampai tidak terpikir untuk mencari pasangan hidup. Hingga suatu ketika
Firman datang kerumahku bersama dengan dua orang wanita, ternyata itu istri dan
adiknya, mereka berbicang-bincang, dan tak tahu mengapa Ibu menanyakan “apakah
Farida sudah mempunyai calon atau belum,? Kalau belum, Adi juga belum lho!”
ternyata kalau sudah jodoh memang tidak akan kemana-mana, Farida pun mau dengan
Adi yang hanya seorang buntung, dan akhirnya mereka pun menikah
Tak selesai
sampai disitu, Adi mencoba untuk merintis sebuah perusahaan properti seperti
yang ia mimpikan dulu, bersama Mas Adrian ia membuka perusahaan CV Bangkit Nusa
Jaya dengan direktur Adi Nugroho dan pemegang saham Mas Adrian. Namun perusahaan
itu tak bertahan lama, Mas Adi membawa kabur seluruh modal yang mereka miliki,
hingga Adi pun mengalami kerugian ratusan juta. Berkat dukungan istri dan
keluarganya Adi merintis kembali perusahaan bersama sahabatnya Bambang dengan
mengganti nama menjadi CV Agung Perkasa yang sengaja diambil dari sepenggal
nama putranya, dengan modal dasar relasi yang cukup banyak, lambat laun
perusahaan mereka mulai menunjukkan dirinya sebagai perusahaan yang patut
diperhitungkan.
Dan akhirnya
dengan segala keterbatasannya, seorang Adi Nugroho dapat menjadi seorang yang
sukses dengan menjadi pengusaha properti yang sudah tidak diragukan lagi
kedudukannya dan menjadi motivator yang luar biasa.
selesai
C.
ANALISA UNSUR INTRINSIK NOVEL
1.
Tema
Tema merupakan
ide pokok pengarang dalam menyusun karya
sastranya. Tema merupakan hal yang ingin disampaikan dan dipecahkan oleh
pengarang melalui ceritanya. Dan tema yang terdapat dalam novel Aku Harus
Jadi Malaikat! adalah “Jangan pernah putus asa dalam menjalani kehidupan
walau bagaimanapun keadaannya”
2.
Penokohan
Tokoh utama dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! adalah Adi
Nugroho, Adi Nugroho yang dulunya adalah seorang yang pesimistis, mudah
mengeluh, dan mudah putus asa. Namun setelah mendapatkan masukan dari
keluarganya dan sahabatnya akhirnya dia menjadi seorang yang tegar serta
optimistis dalam menjalani kehidupanya.
“Tiada lagi yang bisa menghalangi
termasuk ketakutan diri. “Aku harus berhasil atau mati sajalah.”
(AHJM, 2013; 119)
“Sebenarnya yang mengerdilkan kita ya
diri kita sendiri. Bisa pengaruh orang lain yang negatif dan bisa juga rasa
minder yang tumbuh dari dalam diri sendiri. Padahal, apa yang orang lain
katakan kepada kita itu tidak penting, yang terpenting adalah apa yang kita
katakan pada diri kita sendiri. Lalu apa yang akan terjadi kepadaku? Ah sungguh
aku tidak tahu. Tugasku yang terpenting adalah menaklukkan diriku sendiri
terlebih dahulu agar aku bisa mengangkat kepalaku dan mengepakkan sayapku lebih
tinggi.”
(AHJM, 2013: 74)
Tokoh utama yang kedua dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! adalah
Firman, Firman adalah teman dekat Adi Nugroho.
Ia adalah sosok sahabat yang selalu memberikan motivasi dan dukungan
kepada Adi, agar dia dapat bangkit dari keterpurukan dan sanggup menjalani kehidupannya
dengan semangat.
“Di, meskipun loe udah lama nggak
masuk kuliah, loe tetep temen gue. Nanti kalo loe udah siap, loe masuk kuliah
lagi. Sayang Bro, hari gini nggak kuliah.”
(AHJM, 2013: 26)
“Siapa bilang loe nggak bisa
melakukan apa-apa lagi? Coba loe lihat, orang-orang yang ditengah keterbatasan
justru mampu menciptakan prestasi yang gemilang melebihi orang normal. Kenapa
loe nggak meliat mereka? Yang loe lihat malah para penyandang cacat yang
akhirnya jadi pengemis. Gue nggak mau temen gue jadi seperti itu, apalagi
orangtua loe. Lihat betapa Ibu loe begitu sabar meladeni loe, berharap loe akan
kembali semangat. Lihat Bapak loe bekerja keras mencari nafkah untuk
menyekolahkan loe dan adik-adik loe. Tidak lain agar kalian bisa menjadi orang
yang pandai dan berguna. Gue paham, kondisi loe sekarang memeng sulit. Gue pun
tidak mau kaki hilang satu, tapi percayalah Allah menyiapkan loe jadi orang
yang hebat dengan peristiwa ini. Berpikirlah optimis, loe punya kemampuan yang
bisa digali. Percayalah pada diri sendiri, Bro,” ungkap Firman panjang lebar
menasehati.”
(AHJM, 2013: 28)
Tokoh utama yang ketiga dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat!
adalah Farida, adik dari Firman yang tak lain adalah istri Adi Nugroho. Farida
adalah istri yang sangat setia, penyabar, pengertian dengan kondisi suaminya,
dan sangat tulus dalam merawat suaminya walau bagaimanapun keadaan suaminya.
“Hari-hari kami lalui dengan
bahagia. Istriku sangat sabar merawatku, hingga berat badanku sudah naik
beberapa kilo meski pernikahan kami belum lama. Dia juga tampak bahagia bisa
mengabdi kepada suami. Katanya dia senang idamannya menjadi seorang istri yang
selama ini ia khayalkan akhirnya terwujud. Dia menikmati pekerjaannya mengurus
suami, menyediakan makan untukku, mencuci dan menyetrika baju, merawat rumah
meski ngotrak, dan juga menungguku kembali dari kerja untuk menemani
malam-malamku. Katanya, “seserasa setiap gerakan tangan dan kakiku sekarang
adalah pahala, Kak. Aku bangga menjadi istrimu.” Hemm aku melayang mendengar
ucapannya itu. Aku tak salah memilih istri yang shalihah sepertinya.”
(AHJM, 2013: 214)
“Melihat Kakak pulang dengan selamat
aku sudah senang. Uang bisa dicari lagi, Kak. Besok aku bantu menyelesaikan
masalah proyek itu ya, Kak, siapa tahu masih bisa diatasi sehingga Kakak nggak
rugi.”
(AHJM, 2013: 224-225)
Selain dari beberapa tokoh utama tadi, terdapat pula beberapa tokoh
tambahan yang terdapat dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! yaitu Bapak,
Ibu, Wahyu, Ningsih, Bambang, Bu Fatimah, Pak Herman, dan Mas Ardian. Mereka
merupakan tokoh tambahan yang menjadi bumbu dalam konflik-konflik didalam novel
tersebut. Tanpa kehadiran mereka, novel ini tidak mungkin menjadi semenarik dan
sesempurna ini, konflik-konflik yang terjadi akibatkan oleh segala tingkah laku
tokoh utama dan tokoh tambahan tersebut.
Bapak merupakan Ayah Kandung dari Adi Nugroho, bapak dalam novel
ini memiliki perwatakan yang kalem dan bijaksana.
“Selamat kamu telah berhasil, Nak.
Tapi, hidupmu masih panjang ini adalah awal untuk kamu mengepakkan sayap. Mau
kemana dan mau berbuat apa itu masih harus kamu jalani dan pikirkan. Bapak
sudah tidak mengkhawatirkanmu lagi. Jika kamu bisa melampaui yang dulu hingga
berhasil sampai disini. Bapak yakin, kamu pasti juga bisa menjalani kehidupan
selanjutnya dengan lebih baik,” nasihat Bapak setelah memberikan selamat
kebanggan kepadaku.”
(AHJM, 2013: 171)
Ibu meupakan Ibu Kandung dari Adi Nugroho, Ibu dalam novel ini
memiliki perwatakan baik hati, penyayang terhadap anak-anaknya.
“Dengarlah, Nak, walaupun kamu tak
lagi berkaki lengkap, tapi kamu tetaplah masih anak Ibu yang tanpan. Banyak hal
yang masih bisa kau lakukan meskipun hanya dengan satu kaki,” ungkap ibu
menghiburku sambil masih membelai rambutku,”(AHJM, 2013: 17-18)
Wahyu merupakan adik laki-laki dari Adi Nugroho, sosok yang cerdas,
haus akan kajian keilmuan, dan seorang yang Religius.
“Beda lagi dengan Wahyu, dia
orangnya sangat Relgius. Setamat dari SMA, ini dia malah berminat untuk nyantri
di Jawa. Belajar di Pesantren sembari kuliah. Bapakku sebenarnya sedikit
keberatan. Terang saja, kami bukan berasal dari keluarga Religius.”(AHJM, 2013: 41)
Ningsih merupakan adik perempuan Adi Nugroho, Ningsih merupakan
sosok adik yang baik hati dan perhatian terhadap Kakaknya.
“Pagi harinya, Ningsih tanpa kuduga sudah
menyiapkan kaus, celana panjang, dan juga sarapan. Dia pun sudah berdandan
rapi. Aku tak dapat mengelak untuk segera mandi dan menuruti keinginannya”.
(AHJM,
2013: 31)
Bambang merupakan teman sekostan Adi Nugroho dan juga teman Firman.
Seorang laki-laki yang santai, dan tidak banyak basa-basi.
“Dua hari kemudian, Firman temannya
yang bernama Bambang ke rumahku. Seorang yang cukup gagah berhidung mancung,
berkulit sawo matang dan bertubuh kekar. Rambut sedikit gondrong, dengan
pakaian yang santai hanya kaus oblong dan celana jins longgar serta sendal
jepit. Jauh dibanding dengan anak-anak kampus yang aktivis kerohanian. Biasanya
mereka berbaju necis, rambut klimis, disertai senyum tipis. Ternyata orang ini
tidak banyak basa-basi, ketemu langsung main salam persahabatan dan peluk
keakraban. Seakan aku ini teman yang lama tidak berjumpa saja, padahal baru
kenal. Tapi aku suka gayanya, santai tidak banyak unggah-unguh yang kadang
baik, namun terkadang juga menjadi sekat perbedaan antar manusia. Padahal semua
manusia kan sama.”(AHJM, 2013: 53)
Ibu Fatimah seorang janda yang ditinggal suaminya. Beliau merupakan
pengasuh Panti Asuhan, baik hati, dan dermawan.
”Anak-anaksudah pada punya pekerjaan sendiri-sendiri, ketimbang
saya tidak ada teman dirumah, ya mending saya ajak anak-anak yang terlantar
kemeri untuk saya asuh.”(AHJM, 2013: 87)
Pak Herman merupakan anak dari Ibu Fatimah, seorang pengusaha
properti yang sukses, ia merupakan pribadi yang baik hati, sederhana, dan
bersahaja.
“Sosok itu meski katanya orang
sukses, namun sungguh bersahaja. Hanya menggunakan kaus lengan pendek dan
celana panjang kain dia duduk di sebuah kantor yang cukup mewah.”
(AHJM, 2013: 100)
Mas Ardian merupakan rekan sekantor Adi Nugroho, seorang yang haus
akan kekayaan yang melipah, dan ambisius.
“Saya kira Mas Ardian terlalu
berambisi. Aku kurang setuju denganmu. Jadi, saya pikir pembicaraan ini kita
cukupkan saja.” Ujarku dengan serius. Tampak kekecewaan di wajahnya, namun aku
tak pedulikan. Aku rasa dia hanya mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri.”
(AHJM, 2013: 203)
3.
Plot Atau Alur
Plot atau alur merupakan cara pengarang menjalin peristiwa-peristiwa dalam cerita secara beruntun sehingga membentuk kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Plot atau alur merupakan elemen penting dalam membentuk sebuah karya. Dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! memiliki alur progresif atau alur maju. Urutan peristiwa diuraikan atau diceritakan secara runtut, dari awal hingga akhir. Hal ini dibuktikan oleh beberapa tahapan sebagai berikut.
Tahap awal atau
tahap pengenalan didahului oleh narasi yang menceritakan tentang seorang yang
mengalami sebuah kecelakaan kecil yang berakibat sangat fatal bagi kelanjutan
hidupnya.
“Saat aku dan teman-teman menonton musik di Ancol,
sebuah kecelakaan kecil terjadi. Karena banyaknya penonton hingga
berdesak-desakkan, sandal yang aku pakai pun terlepas. Dan saking asyiknya
mengikuti deru irama musik yang menghentak aku pun tak memperhatikan tanah yang
kuinjak, dan ternyata ada pecahan botol dari bahan beling. Darah pun seketika
mengalir dari telapak kakiku. Namun aku piker itu adalah luka biasa yang tak
berbahaya. Itulah awal dari peristiwa tragis yang saat ini aku alami. Luka yang
kuacuhkan lama-lama membengkak, kakiku terinfeksi. Dan aku tidak mengira luka
itu menjalar dan kakiku pun seakan membusuk. Ternyata aku terkena tetanus. Dari
situlah saran dokter agar kakiku segera diamputasi, kalau tidak penyakit bisa
menjalar keseluruh tubuh dan bisa menyebabkan kematian. Ibuku menangis,
demikian juga kedua adikku. Bapakku terdiam menerima kenyataan.”
(AHJM, 2013: 24)
Tahap kedua yakni konflik / titik awal pertikaian, awal pertikaian
timbul ketika seorang Adi Nugroho berfikir bahwa dirinya sudah tidak bisa
mewujudka masa depan yang indah dengan keadaan seperti itu.
“Aku kembali terdiam. Aku benar-benar tak punya masa
depan. Untuk apa aku keluar rumah jika teman-teman pun tak ada lagi yang peduli
lagi denganku? Sudah aku putuskan untuk keluar dari universitas dan aku akan
menjalani hidupku di dalam kamar. Entah apa yang akan kulakukan dengan kondisi
seperti ini. Mungkin aku akan menunggu saat kematianku dengan menikmati hidup
seperti ini.”(AHJM, 2013: 19)
Tahap ketiga yaitu peleraian masalah, yaitu dimulai dari Adi Nugroho
mulai menjadi seorang terbuka, menjadi seorang motivator, dan merintis bisnis
properti.
“Alhamdulillah, akhirnya kamu mau terbuka, Nak, Ibu senang sekali,” katanya. Aku hanya
tersenyum.”(AHJM, 2013: 29)
“Gara-gara aku sering mengisi kegiatan untuk anak-anak panti dan
anak-anak jalanan aku dijuluki motivator oleh teman-temanku. Kata mereka gayaku
tak kalah dengan Reza M. Syarif. Ah masa iya sih?. Aku juga selelu semangat
seperti motivator yang selalu antusias Tung Desm Waringin, dan juga aku
bijaksana meniru motivator yang cool and calm tapi setiap ucapannya
dahsyat menyentuh setiap nurani yang redup menjadi tercerahkan Mario Teguh.
Sebenarnya itu karena aku mencontoh ilmu mereka, tapi tentunya aku masih jauh
dari mereka.” (AHJM, 2013: 147)
“CV Bangkit Nusa Jaya dengan direktur Adi Nugroho tengah membangun
sebuah perumahan dengan total pembiayaan tiga milyar rupiah. Proyek yang cukup
besar untuk pemula sepertiku saat ini.” (AHJM, 2013: 218)
Tahap akhir
dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! adalah, bahwa ia mempunyai istri,
mempunyai anak disertai kesuksesan dalam berkarir sebagai pebisnis properti,
dan menjadi motivator ulung.
“Pernikahanku berlangsung cukup meriah. Aku ingin memberikan yang
terbaik untuk istriku, meski dia tidak meminta. Sanak saudara, teman, rekan
kerja berkumpul untuk memberikan do’a dan ucapan selamat kepada kami. Mereka
bilang kami pasangan yang serasi. Aku bangga dibuatnya.” (AHJM, 2013: 213)
“Jika Tuhan telah berkehendak memang tidak ada yang mustahil. Perusahaan
baruku CV Agung Perkasa yang sengaja aku ambil dari sepenggal nama putraku,
sudah mulai beroprasi. Aku masih dipercaya oleh berbagai pihak untuk membangun
proyek. Meskipun proyek kecil namun yang terpenting perusahaan punya nama yang
bisa diandalkan terlebih dahulu.”
(AHJM, 2013: 245)
“Meski aku telah dibilang telah sukses dalam bisnis, namun ada yang
selalu mengetuk hatiku untuk tidak tinggal diam di dalam rumah menikmati hasil
kerja kerasku. Ada bisikan hati yang selalu mengetukku untuk berbagi dengan
sesama. Mungkin karena sibuk dengan urusan perusahaan akhir-akhir ini sehingga
aku hampir saja melupakan hobiku untuk memberikan motivasi kepada
saudara-saudarku yang membutuhkan. Saat ada tawaran mengisi sesi motivasi di
sebuah pusat rehabilitasi narkoba, aku langsung menyetujuinya. Aku rindu
berbagi cerita dan mendengarkan keluhan mereka juga mencoba memberikan solusi
bagi mereka.” (AHJM, 2013: 251)
“Suatu pagi, ada telepon dari seorang yang belum aku kenal sebelumnya.
Dan setelah mengobrol singkat, aku diminta untuk datang ke sebuah kantor untuk meeting
guna mengadakan kerjasama denganku. Dan akhirnya aku tahu bahwa pihak yang
ingin bertemu denganku dan ingin mengadakan kerjasama itu adalah sebuah stasiun
TV swasta yang ingin mengadakan program motivasi dan inspirasi. Mereka
memilihku untuk menjadi narasumber di acara tersebut. Rencana ada beberapa
episode yang telah ditentukan, dan jika sambutan dari masyarakat bagus, maka
kontrak bisa diperpanjang. Masuk TV? Hemm mimpi kali yeee! Itu dulu. Dan
sekarang itu akan menjadi kenyataan. Aku tak pernah menghayalkan dan tanpa
direncanakan justru pihak Televisi seendiri yang mengajukan penawaran.” (AHJM,
2013: 257)
4.
Setting
Setting atau Aku Harus Jadi Malaikat! terdiri dari beberapa
tempat, mulai dari Panti Asuhan, kampus, hingga kompleks perumahan elit. Tetapi
yang paling penting penekanannya dalam novel ini adalah rumah keluarga Adi
Nugroho.
“Sudah hampir dua bulan sejak
kepulanganmu dari rumah sakit, kamu belum pernah keluar rumah. Dikamar terus,
nanti kamu malah semakin jenuh, Nak. Cobalah keluar mencari udara segar kambil
melatih kakimu itu,” pinta ibuku.”(AHJM, 2013: 15)
Didalam novel ini juga sangat banyak latar
tempat lainnya, antara lain kamar Adi, beranda rumah, lapangan, ujung pertigaan
jalan, ruang tamu, kampung pesisir laut Jawa, dan lain sebagainya.
“Firman adalah teman akrab dikampus dulu.
Kami suka main kemana-mana bersama. Namun sejak aku diamputasi, aku jarang
pergi-pergi bersamanya lagi, kecuali dia yang sering berkunjung kerumah.
Kutemui dia di beranda rumah, dan aku sudah tahu apa kalimat yang akan
diucapkan pertama kali.”
(AHJM, 2013: 26)
“Kami pun meneruskan perjalanan hingga ke
lapangan. Dan ternyata di sana banyak orang berolahraga, memanfaatkan hari
libur dan sekolah.”
(AHJM, 2013: 23)
“Besokkan hari minggu, Ningsih ajakin mas Adi jalan-jalan yuk! Di ujung
pertigaan jalan rumah ini ada tukang bakso baru. Selama mas Adi mengurung diri
di rumah kan belum pernah ke sana. Mau gak, Mas?”
(AHJM, 2013: 30)
“Keesokan harinya, senin tepatnya pukul 15.30, aku sudah menyiapkan diri
menyambut siswa pertamaku. Aku memanfaatkan ruang tamu untuk dijadikan tempat
belajar.”(AHJM, 2013: 36)
Kemudian mengenai setting waktu, dalam
novel ini juga memiliki banyak latar waktu, diantaranya yaitu, pagi hari, hari
minggu, senin pukul 15.30, dan lain sebagainya.
“Ohhh… andaikan saja aku tak lagi mampu memuka mata, dan aku tetap dalam
mimpi indah yang tanpa rasa duka aku tak lagi merasakan dinginnya udara pagi
yang menusuk-nusuk dan membuat lara.”(AHJM, 2013: 11)
“Besokkan hari minggu, Ningsih ajakin mas Adi jalan-jalan yuk! Di ujung
pertigaan jalan rumah ini ada tukang bakso baru. Selama mas Adi mengurung diri
di rumah kan belum pernah ke sana. Mau gak, Mas?”
(AHJM, 2013: 30)
“Keesokan harinya, senin tepatnya pukul 15.30, aku sudah menyiapkan diri
menyambut siswa pertamaku. Aku memanfaatkan ruang tamu untuk dijadikan tempat
belajar.”(AHJM, 2013: 36)
Dan yang terakhir yaitu latar suasana,
dalam novel ini terjadi kejadian yang menyebabkan banyak suasana, mulai dari
hening, tegang, sedih, sampai bahagia dan sangat gembira.
“Sayup-sayup suara adzan subuh melintas ditelinga. Hembusan angin malam
menelusup melalui lubang-lubang ventilasi, dingin. Tak peduli meski selimut
tebal sudah kukenakan, hawa dingin yang lembut tetap mengoyak kulit.”
(AHJM, 2013: 11)
“Ya Allah, Nak, hati-hati. Masya Allah, bagaimana ini?” suara ibu penuh ketegangan.”(AHJM,
2013: 15)
“Tentu saja aku senang, Ayah, hanya aku tidak menyangka akan tinggal
dirumah sebagus itu. Padahal, jika pun kita tinggal di rumah yang sederhana
namun milik kita bukan lagi kontrak, itu saja aku sudah bahagia. Apalagi Ayah
akan membawa kami ke rumah yang indah itu, aku sangat gembira.”
(AHJM, 2013: 249)
5.
GAYA BAHASA
Gaya bahasa merupakan cara yang khas
pengungkapan seorang pengarang, masing-masing pengarang memiliki ciri
tersendiri berbeda satu sama lain.
Dalam novel ini secara keseluruhan menggunakan bahasa yang
sederhana. Namun pada saat percakapan lebih banyak menggunakan bahasa anak muda
zaman sekarang, yang cenderung santai dan tidak formal. Adapun beberapa tokoh
yang menggunakan bahasa jawa pada saat percakapan, meskipun hanya sedikit.
”Aku kembali
terdiam. Aku benar-benar tak punya masa depan. Untuk apa keluar rumah jika
teman-teman pun tak ada yang peduli lagi denganku? Sudah aku putuskan untuk keluar
dari universitas dan aku menjalani hidupku di dalam kamar. Entah apa yang akan
kulakukan dengan kondisi seperti ini. Mungkin aku akan menunggu dengan
menikmati hidupseperti ini.”
(AHJM, 2013:
19)
“Emang gue udah
nggak berguna kok, Bro, apa sih yang bisa gue lakuin? Gak ada. Biarin aja gue
begini, hidup-hidup gue, kenapa loe repot-repot mikirin? Paling ntar kalau
orang tua gue udah pada ninggal, tinggal nongkrong di pinggir jalan sambil
nadahin tangan. Beres kan?”
(AHJM, 2013:
27)
“Lhooo piye tho
koe, Nak, katanya sudah mulai membuka diri? Ya dimulai dari lingkungan sekitar
tho?”sahut bapakku menimpali, dengan logat Jawa yang masih kental.”
(AHJM, 2013:
30)
6.
Sudut
Pandang
Setiap pengarang memiliki pandangan hidup yang berbeda-beda. Untuk
Menceritakan suatu hal dalam novel, pengarang menggunakan sudut pandang
tertentu. Sudut pandang dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! Pengarang
menggunakan sudut pandang orang pertama. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang
dengan selalu menyebutkan “Aku” untuk tokoh utama, seakan-akan pengarang adalah
tokoh utama dalam novel tersebut.
“Ohhh… andaikan
saja aku tak lagi mampu memuka mata, dan aku tetap dalam mimpi indah yang tanpa
rasa duka aku tak lagi merasakan dinginnya udara pagi yang menusuk-nusuk dan
membuat lara.”
(AHJM, 2013: 11)
7.
Amanat
Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam
sebuah cerita. Sebuah cerita mengandung penerapan pesan dari pengarang, mulai
cerita, sikap, hingga tingkah lak tokoh. Diharapkan dapat menyajikan hikmah.
Pembaca akan merasakan sentuhan rohani dengan pesan-pesan moral dan
pengetahuan. Amanat yang disampaikan pengarang dalam novel Aku Harus Jadi
Malaikat! sangat banyak sekali, tetapi amanat yang paling mendasar adalah,
Jika kita mempunyai sebuah keterbatasan atau kekurangan, jangan jadikan itu
sebagai penghalang kita untuk mencapai apa yang kita inginkan.
D. PENILAIAN NOVEL
1.
Keunggulan Novel
Dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! Menyuguhkan perjuangan
hidup seorang yang memiliki sebuah keterbatasan dan tidak mudah dalam
menjalaninya. Kisah-kisah didalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! Memberikan
contoh nyata bahwa POTENSI kita sebenarnya sangat luar biasa namun kita sendiri
yang kadang membatasinya. Novel ini mengajak sang pembaca untuk “meloncat
setinggi-tingginya.” Lepas dari belenggu yang membatasi diri dan mengubah
kehidupan menjadi lebih bermakna, selain itu dipastikan novel ini akan membuat
kita enggan membuka halaman berkutnya karena pesona didalamnya, sedangkan kita
perlu membaca halaman selanjutnya untuk mencari sisi pesona yang lain, sebuah
novel inspiring yang mempesona.
2.
Kekurangan
Novel
Dari
sekian banyak kelebihan yang terdapat novel Aku Harus Jadi Malaikat! Seakan-akan
menunjukkan bahwa novel ini begitu sempurna, tetapi, kekurangan akan tampak
ketika pembaca hanya melihat dari luarnya saja, akan tetapi kalau kita
menghendaki untuk lebih memahami novel ini, kita dapat menemukan
kelemahan-kelamahan yang terdapat dalam novel ini, salah satunya adalah dengan
mengamati judul novel ini, jika pembaca tidak dapat memahami maksud dari
penulis dalam judul novelnya Aku
Harus Jadi Malaikat! Bisa jadi sang pembaca menilai kurang rasional,
karena, akan kah mungkin seorang menjadi malaikat? tidak kan? Tetapi seseorang
hanya mampu memiliki sifat seperti malaikat. slain itu dalam novel ini juga
banyak menggunakan bahasa yang sedikit agak rumit dan terkadang sukar untuk
dipahami.