Minggu, 17 Mei 2015

     Arab yang disebut juga dengan Jazirah Arab berbentuk empat persegi panjang, yang sisi-sisinya tiada sejajar. Di sebelah barat berbatasan dengan Laut Merah, disebelah selatan dengan Lautan Hindia, disebelah timur dengan Teluk Arab (dahulu bernama Teluk Persia) dan di sebelah utara dengan Gurun Irak dan Gurun Syam (Gurun Siria). Panjangnya 1000 Km lebih, dan lebarnya kira-kira 1000 Km (Syalabi, http://members.tripod.com/~centrin21/sejarah.htm).
     Jazirah Arab secara geografis terdiri dari padang pasir dan tanah subur. Kawasan padang pasirnya lebih luas dan merupakan kawasan utamanya; kawasan tanah suburnya yaitu Sabit di Utara, Hijaz di Barat dan Yaman di Barat Daya merupakan kawasan kecil dan pinggiran (Ditbinpertais, 1982:8).
     Kawasan padang pasir mendominasi Jazirah Arab. Kawasan keras ini kemudian menciptakan bangsa yang keras, kekerasan yang lahir dari kondisi alam dan tuntutan mempertahankan hidup di kawasan yang gersang tersebut. Di sela-sela padang pasir yang luas, terdapat oase-oase yang dikelilingi oleh beberapa tumbuhan. Di sekitar oase-oase inilah suku-suku Arab mencoba mempertahankan hidupnya. Oase-oase yang berjumlah terbatas ini di samping cora hidup yang masih primitif di zaman jahiliyah menyebabkan kehidupan suku-suku Arab jahiliyah berpindah dari satu oase ke yang lain. Inilah yang disebut tradisi nomaden “hayat tanaqqul; yantaqilu min makan ila makan” (Haikal, 1963: 78).
     Kondisi alam Arab juga telah memberikan pengaruh terhadap bangsanya baik pada fisik maupun psikis. Namun, setelah datangnya Nabi Muhammad Saw dapat membuat bangsa Arab menjadi lebih baik dengan keberanian, kepahlawanan dan kedermawanan yang ia miliki sehingga bangsa Arab lebih tertata dan dapat mengenal serta memeluk agama Islam.
     Untuk itu penulis dalam makalah ini ingin memaparkan sedikit tentang bagaimana kehidupan bangsa Arab pada masa jahiliyah dan islam. Sehingga diharapkan makalah ini dapat memberikan pengetahuan kepada pembaca tentang bangsa Arab, dan dapat mengambil hikmah serta pelajarannya.





PEMBAHASAN

A.    Jazirah Arabia
      Jazirah dalam bahasa Arab berarti pulau, jadi “Jazirah Arab” berarti “Pulau Arab”.Oleh bangsa Arab tanah air mereka disebut jazirah, kendati pun hanya dari tiga jurusan saja dibatasi oleh laut, yang demikian itu adalah secara majas (tidak sebenarnya). Sebagian ahli sejarah menamai tanah Arab itu “Shibhul jazirah” yang dalam bahasa Indonesia berarti “Semenanjung”.
      Jazirah Arabia merupakan wilayah padang pasir yang terletak di bagian barat daya Asia. Ia merupakan padang pasir teluas dan tergersang di dunia. Luas wilayahnya 120.000 mil persegi. Arabia merupakan wilayah strategis dalam peta dunia zaman kuno, ketika benua Australia dan Amerika belum dikenal orang, karena letaknya berada pada posisi pertemuan ketiga benua: Asia, Eropa dan Afrika. Wilayah bagian utara, Arabia berbatasan dengan lembah gurun Syria, sebelah timur berbatasan dengan dataran tinggi Persia, sedangkan bagian barat berbatasan dengan laut Merah.Karena dikelilingi laut pada ketiga sisinya, maka wilayah ini dikenal sebagai “Jazirah Arabia” (kepulauan Arabia).
      Wilayah Arabia terbagi menjadi beberapa provinsi, yaitu provinsi Hijaz, Najd, Yaman, Hadramaut, dan Uman.Semua provinsi tersebut menempati posisi yang penting dalam lintasan sejarah Islam. Mekah, Madinah dan Thaif merupakan tiga kota besar di provinsi Hijaz. Bagian utara Arabia merupakan wilayah tandus. Sepertiga lebih dari wilayah ini berupa padang pasir. Wilayah padang pasir yang terbesar adalah ad-Dahna yang terletak di pertengahan wilayah utara. Adapun bagian selatan Arabia merupakan wilayah subur yang padat penduduknya.Mata pencaharian mereka adalah bertani dan berdagang.Hadramaut dan Yaman merupakan wilayah tersubur di Arabia Selatan.

B.     Keadaan dan Kondisi Arab pada Masa Jahiliyah
1.      Kondisi Politik
Masyarakat Arab terpecah menjadi sejumlah suku yang masing-masing memiliki seorang kepala suku yang disebut “Syaikh”.Mereka terikat persaudaraan dengan sesama warga suku. Hubungan mereka yang berlainan suku bagaikan musuh. Mereka tidak segan turun ke medan pertempuran untuk membela kehormatan sukunya, sekalipun harus mengorbankan jiwa. Mereka tidak mengenal sistem pemerintahan pusat, karenanya jika terjadi permusuhan antara suku-suku tersebut tidak ada pihak yang menjadi penengahnya, sehingga permusuhan ini dapat mengakibatkan peperangan yang dapat berlangsung beberapa tahun. Seperti perang Basus, yakni peperangan antara Bani Bakar melawan Bani Taghlib yang berlangsung 40 tahun lebih. Peperangan dan penyerbuan antar suku bagaikan kesibukan mereka setiap hari.  Adapun hukum yang berlaku saat itu bagaikan hukum Rimba, “yang kuat menindas yang lemah”.
2.      Kondisi Ekonomi
     Kondisi perekonomian mereka pada umumnya payah. Mata pencaharian sebagian mereka adalah berternak. Kelompok bangsawan biasanya menguasai hubungan perdagangan domestik bahkan hubungan perdagangan luar negeri. Di antara kalangan bangsawan ini adalah keluarga Utsman dan Abu Bakar. Perekonomian mereka lebih baik, namun mereka jumlahnya tidak banyak, sedangkan masyarakat untuk perekonomiannya miskin dan menderita. Pinjam meminjam didasarkan sistem renten (riba), sebagaimana hal ini berlaku di masyarakat Yahudi yang memperlakukan pihak yang berhutang secara kejam.
3.      Kondisi Kebudayaan
     Masyarakat Arab terkenal dengan kemahirannya dalam bidang sastra: bahasa dan syair. Bahasa mereka sebanding dengan bahasa Eropa sekarang ini. Keistimewaan bangsa Arab di bidang bahasa adalah kontribusi mereka yang cukup penting terhadap perkembangan dan penyebaran Islam.
4.      Agama
     Sebelum Islam datang, bangsa Arab telah menganut agama yang mengakui Allah sebagai Tuhan mereka. Kepercayaan ini diwarisi turun-temurun sejak Nabi Ibrahim dan Ismail. Al-Qur’an menyebutkan agama itu dengan Hanif, yaitu kepercayaan yang mengakui ke-Esaan Allah sebagai pencipta alam, Tuhan yang menghidupkan dan mematikan, Tuhan yang memberi rizki dan sebagainya. Kepercayaan ini tetap diyakini oleh bangsa Arab sampai kerasulan Nabi Muhammad SAW. Hanya saja keyakinan itu dicampurbaurkan dengan tahayul dan kemusyrikan, mensekutukan Tuhan dengan sesuatu dalam menyembah kepada-Nya, seperti matahari, bulan, tumbuh-tumbuhan, berhala dan sebagainya. Kepercayaan yang menyimpang dari agama Hanif itu disebut agama Watsaniyah.
C.    Tradisi Arab pada Masa Jahiliyah
      Hidup di padang rumput bagi siapa saja sangat penting. Demikian juga bagi suku-suku bangsa Arab yang mendiami Jazirah Arab yang penuh dengan padang pasir. Satu-satunya cara bertahan hanyalah dengan selalu berkelompok; seorang yang sendirian tak memiliki kesempatan sama sekali. Kaum Nomad yang kehidupannya berpindah dari satu oase ke oase yang lain membentuk diri mereka menjadi kelompok otonomi, berdasarkan pertalian darah dan keluarga. Mereka disatukan oleh keturunan nenek moyang yang nyata maupun bersifat mitos dan menyebut diri mereka sendiri, seperti Bani Kalb atau Bani Asad (keturunan Kalb dan Asad). Kelompok-kelompok ini kemudian menggabungkan diri dalam perkumpulan yang lebih besar (Armstrong, 1991: 58).
      Di Barat kelompok kecil biasa disebut “klan” dan kelompok besar “suku” (Badri Yatim, 2002: 11). Orang biasanya tidak membuat perbedaan itu dan menggunakan kata qaum (rakyat, warga, kaum) baik untuk kelompok besar maupun kecil.Untuk menghindari suku-suku menjadi terlalu besar dan tak terurus, kelompok-kelompok itu selalu melakukan rekonfigurasi (Armstrong, 1991: 60).
      Saat itu  juga banyak terdapat pasar-pasar dagang. Di pasar-pasar dagang biasanya diiringi juga dengan pasar sastra (suq al-Adab) dimana orang-orang Arab berlomba-lomba menunjukkan kehebatannya dalam membuat sya’ir-sya’ir.
      Tradisi berdagang dan bersya’ir tidak dapat lepas dari tradisi paling monumental yang disebut perayaan Mekah atau mawasim al-haj.  Pada masa pra kenabian atau menjelang tampilnya Nabi Muhammad menjadi Pemimpin Besar Arab, haji menduduki tempat penting dalam kehidupan orang-orang Mekah dan semua suku Arab yang berhubungan dengan mereka. Dalam upacara dan perayaan haji ini kepentingan dagangnya lebih besar dari kepentingan keagamaan (Hurgronje, 1989: 11). Pesta Mekah didahului beberapa pasar tahunan di lain-lain tempat di daerah Hejaz; ada tiga yang disebut kandan yang diselenggarakan dalam bulan sebelum haji dan dalam bulan haji itu sendiri.
      Menghormati bulan-bulan haram (al-Asyhur al-Hurum) merupakan tradisi dan ajaran yang paling istimewa sejak zaman Nabi Ibrahim (www.shura.gov.sa/arabicsite). Tradisi ini berlanjut dan terpelihara sampai sekarang. Bangsa Arab Jahiliyah sangat menghormati bulan haram, mereka mengharamkan perang pada bulan-bulan ini. Penghormatan berlanjut sampai terjadi pelanggaran dan pelencengan tradisi dengan adanya nasi’ yaitu mengundur-undur bulan haram guna keperluan strategi penyerangan (al-Ghazwu).
      Tradisi-tradisi yang tersebut di atas tidak terlepas dari watak-watak dan karakter-karakter Arab yang terbentuk sebelumnya. Karakter yang terbentuk oleh kondisi alam yang keras, kondisi sosio kultural yang ada serta banyak faktor yang lain.
D.    Karakter Bangsa Arab Jahiliyah
      Kondisi alam jazirah Arab telah memberikan perngaruh terhadap karakter bangsanya, baik pada bentuk fisik; orang-orang Arab bertubuh kekar, kuat dan mempunyai daya tahan tubuh yang tangguh, karena orang-orang yang lemah telah diseleksi oleh alam itu sendiri untuk dikeluarkan dari kehidupan di dunia , juga psikis, yaitu melahirkan watak-watak khas, baik yang positif mauun yang negatif.
      Karakter bangsa Arab sebagaimana yang dijelaskan Nourouzzaman Shiddiqi (1983: 102-110) adalah sebagai berikut.
1.      Karakter Negatif
     Orang-orang Arab terlahir dalam kondisi alam yang kejam, maka dari itu tidaklah mengherankan jika lahir beberapa watak dan tradisi yang oleh orang lain dianggap negative, seperti pada penjelasan berikut.
a.       Sulit Bersatu
Manusia membutuhkan sumber-sumber yang dapat menunjang kelangsungan hidupnya. Jika sumber itu sangat terbatas, maka manusia cenderung untuk memilikinya dalam kelompok yang kecil,bahkan kalau mungkin ingin memiliki oleh dirinya sendiri saja. Hal inilah yang menjadi salah satu sebab lahirnya watak Arab yang sulit bersatu.Juga saat itu persatuan masyarakatnya hanya didasarkan pada tali hubungan darah (‘asyabiyah), hal ini menyebabkan timbulnya sikap chauvenis yang sempit, yang tidak mau tunduk pada kepemimpinan orang yang berada di luar sukunya, bahkan menganggap orang tersebut sebagai musuh mereka.
b.      Gemar Berperang
Dalam pandangan orang Arab, perang adalah suatu hal yang halal, bakhkan menjadi suatu kewajiban.Karena perang menjadi jalan satu-satunya yang terbuka untuk mereka mempertahankan hidup.Siapa yang kuat maka dialah yang berhak untuk hidup dan dipertuankan.
      Dhaif juga menyebutkan, “Perang menjadi ciri khas gaya hidup orang Arab Jahiliyah, seolah-olah menjadi tradisi dan sunnah. Hidup mereka selalu dihiasi membunuh atau terbunuh, darah tidak pernah berhenti mengalir, sehingga aturan yang berlaku bagi mereka adalah undang-undang balas dendam “qanun al-Akhdhu bi al-Tha’ri”.
c.       Kejam
      Ada dua hal yang dikemukakan untuk dijadikan bukti bahwa orang Arab itu berwatak kejam, yakni:
1)      Sering berperang, seperti yang telah disebutkan diatas.
2)      Membunuh bayi-bayi perempuan yang baru dilahirkan
Perbuatan membunuh bayi-bayi perempuan itu dianggap menjadi satu perbuatan yang terhormat.Karena mereka merasa aib jika mempunyai anak perempuan, apalagi jika tidak mempunyai anak laki-laki. Apabila seseorang yang mempunyai bayi perempuan dan tidak mau membunuh bayinya maka berarti ia memberi beban kepada masyarakat, karena dianggap telah merusak kepentingan bersama.
d.      Pembalas Dendam (al-Akhdhu bi al-Tha’ri)
      Pembalasan dendam menjadi sebuah kewajiban dan kehormatan bagi seluruh anggota suku untuk menuntut balas atas tertumpahnya darah salah seorang saudaranya.Penuntutan balas (vendetta) bisa berlangsung puluhan tahun.Karena balasan kembali menjadi objek yang harus dibalas dan menjadi satu mata rantai yang berjalan terus tanpa terputus.
e.       Angkuh dan Sombong
      Sifat angkuh dan sombong ini muncul karena sifat pembalasan dendam tadi.Mereka menjadi merasa paling baik terhormat, kuat dan lain sebagainya. Sifat ini juga lah yang menjadi salah satu sebab terjadinya permusuhan antara Arab Selatan dengan Arab Utara yang telah memberi efek tidak menggembirakan terhadap jalannya Sejarah Islam di kawasan Timur Tengah.


f.       Pemabuk dan Penjudi
      Minuman bagi orang Arab adalah barang mewah.Mereka yang mampu bermabuk-mabukn dengan minuman keras berarti orang yang berpunya.Bermabuk-mabukan juga merupakan tempat pelarian unuk melupakan himpitan hidupnya yang terasa berat.
2.      Karakter Positif
     Adapun watak-watak dan tradisi positif bangsa Arab seperti yang dikemukakan Tohir (1981:110-116) antara lain sebagai berikut.
a.       Kedermawaan
      Dikalangan masyarakat Arab Jahiliyah, kedermawanan merupakan bukti kemuliaan seseorang.Kedermawanan yang diperlihatkan oleh hartawan-hartawan Arab Jahiliyah bukanlah didorong oleh kebaikan hati, tetapi hanya didasari oleh sikap kesatria yang ingin dimuliakan dan dikagumi.
b.      Keberanian dan Kepahlawanan
      Keberanian (syaja’ah) dan kepahlawanan adalah satu syarat yang mutlak diperlukan untuk dapat mempertahankan hidup di gurun yang kejam dan ganas serta mendapat nilai yang paling tinggi dan menjadi unsure yang paling esensi dari muru’ah.
c.       Kesabaran
      Dalam masa Jahiliyah kesabaran hanya berpuncak pada kemampuan memikul derita di medan perang.
d.      Kesetiaan dan Kejujuran
      Seorang Arab Badui bersedia berkorban untuk kepentingan saudara sesukunya. Kesetiaannya juga tercermin  pada kejujurannya terhadap teman dan jujur dalam melunasi janji.
E.     Tradisi Arab di Masa Islam
            Kedatangan Nabi Muhammad SAW benar-benar menjad ujian terberat bagi bangsa Quraisy dan Arab pada umumnya.Ajaran yang dibawa Muhammad SAW benar-benar bertolak belakang dengan ajaran dan tradisi hidup mereka sehari-hari. Islam menjadikan kepatuhan dan ketundukan kepada Allah sebagai dasar dan contoh ajaran yang tertinggi, kesabaran, qana’ah dan rendah hati, menghindari kemewahan yang berlebihan dan menghindari kesombongan,
            Berikut ini beberapa ajaran Islam yang diadopsi dari ajaran dan tradisi Arab sebelumnya dengan mengalami beberapa perubahan.
1.      Tradisi Agama dan Ritual Haji
Islam sesungguhnya kelanjutan dari tradisi Hanafi Samhah yang dibawa Nabi Ibrahim.
Kemudian tata cara haji yang telah dijalankan oleh Arab Jahiliyah tetap dipertahankan, akan tetapi jiwa, filsafat dan do’a-do’a dalam haji benar-benar Islami dan unsur kemusyrikan dihilangkan.
2.      Muru’ah
Islam tetap melestarikan tradisi muru’ah dengan memberikan batasan-batasan yang menyelamatkan mereka dari perbuatan konyol.Misalnya  Islam menganjurkan kedermawanan tapi juga melarang berlebihan.
3.      Fanatisme Kabilah
Islam tetap menganggap penting ide komunitas dan persaudaraan namun Islam juga menganggap penting pandangan kesetaraan dan keadilan.
4.      Balas Dendam, Qishas dan Diyat
Membalas perbuatan baik atau jahat tidak diserahkan kepada individu atau suku yang bersangkutan, tapi diserahkan kepada Negara untuk membalaskannya.
5.      Tradisi Berdagang, Bersyair dan Menghafal
     Tradisi dagang tetap dilestarikan dengan memberi aturan kejujuran dan cara berdagang yang baik. Sedangkan adanya pasar sastra yang mendampingi pasar dagang tidak terlepas dari tradisi bersya’ir yang paling lama dan utama bagi masyarakat Arab.Oleh karena itu, pada masa Nabi tradisi ini mengalami perubahan pada tema dan isi yang cukup radikal.
6.      Menghormati Bulan-bulan Haram
Penghormatan terhadap bulan-bulan haram dipertahankan pada masa Nabi berdasarkan perintah Allah dalam QS. At-Taubah : 36.

KESIMPULAN

Tidak dapat dipungkiri bahwa kondisi geografis Arabia memberikan pengaruh besar terhadap kejiwaan masyarakatnya.Kekerasan dan peperangan sering muncul pada masa Jahiliyah demi untuk mempertahankan hidup mereka.Kejam, sadis dan suka berfoya-foya merupakan karakter yang melekat pada bangsa Arab saat itu.Namun, mereka juga memiliki sifat yang terpuji seperti kesetiaan dan kejujuran terhadap suku mereka serta selalu menepati janji.
Dalam tradisinya, bangsa Arab melaksanakan perdagangan dan bersya’ir.Juga menghormati bulan-bulan haram yang diajarkan oleh Nabi Ibrahim yang tradisi ini berlanjut hingga sekarang.
Setelah Islam datang, ajaran-ajaran dan tradisi-tradisi di Arab tetap dilestarikan meskipun ada sedikit perubahan. Seperti tradisi berdagang yang tetap dilestarikan tetapi dengan memberi aturan kejujuran dan cara berdagang yang baik.




DAFTAR PUSTAKA

Wildana Wargadinata dan Laily Fitriani.Sastra Arab dan Lintas Budaya. Malang: UIN-Malang Press, 2008.
http://members.tripod.com/~centrin21/sejarah.htm

Minggu, 01 Maret 2015



AKU HARUS
JADI
MALAIKAT!



Oleh :
MUHAMMAD SYAFIQ SYAPUTRA
No. Induk : 6454

Pembimbing :
Chotimatul Chusnaa, S.Pd
Nip : 196807251996032001

MADRASAH ALIYAH NEGERI KEMBANGSAWIT
Tahun Pelajaran 2013/2014
ANALISIS UNSUR INTRINSIK NOVEL
“AKU HARUS JADI MALAIKAT!”
Oleh : MUHAMMAD SYAFIQ SYAPUTRA

A.  IDENTITAS BUKU
o       Judul                                       : Aku Harus Jadi Malaikat!
o       Pengarang                               : Zakiyah D. Aziz                
o       Penerbit                                   : DIVA Press
o       Tempat dan Tahun Terbit        : Jogjakarta, Mei 2013
o       Cetakan                                   : Pertama
o       Tebal Novel                             : 259 halaman




B.  SINOPSIS

Ketidak sanggupan dalam menghadapi kenyataan yang begitu pahit, seorang yang dulunya tampan nan gagah perkasa kini ia hrus menjalani kehidupannya dengan satu kaki. Hal tersebut membuat seorang Adi Nugroho menjalani kesehariannya dalam sebuah keterpurukan yang menkutkan, seakan tak percaya bahwa sekarang ia adalah seorang BUNTUNG. Kurang lebih selama dua bulan Adi mengurung dirinya hanya melakukan segala aktivitasnya didalam kamar.
Suatu kejadian yang tidak akan pernah Adi lupakan, saat Adi dan teman-temannya menonton sebuah konser musik di Ancol, sebuah kecelakaan kecil terjadi.karena banyaknya penonton hingga berdesak-desakan, sandal yang Adi kenakan pun terlepas. Dan saking asyiknya Adi mengikuti deru irama musik yang menghentak Adi pun tidak memperhatikan tanah yang ia injak dan ternyata ada pecahan botol dari bahan beling. Darah pun seketika mengalir dari telapak kakinya. Namun ia pikir itu hanyalah luka biasa yang tidak berbahaya. Itulah awal dari peristiwa tragis yang saat ini ia alami. Luka yang dulunya ia acuhkan lama-lama membengkak, dan terinfeksi titanus. Dari situlah Dokter menyarankan agar kakinya segera di amputasi, kalau tidak ingin penyakit itu menjalar keseluruh tubuh dan bisa menyebabkan kematian.
Berkat dukungan kelurga dan sahabatnya yang tak lelah-lelahnya memberikan suntikan semangat kepada Adi walaupun terkadang Adi menanggapinya dengan sikap acuh tak acuh bahkan malah balik memarahi mereka.tetapi berkat mereka lah, kini perlahan tapi pasti Adi mulai meninggalkan keterpurukan yang menimpanya, ia mulai mau keluar rumah dengan adik-adiknya guna berolah raga pagi. Membuka les privat walaupun muridnya hanya satu,yaitu Farida siswi kelas 3 SMP yang tidak lain adalah adik dari sahabatnya Firman, yang baru dikenalkannya ketika bertemu dijalan sewaktu Adi jalan-jalan pagi.
Melihat perkembangan anaknya yang mulai menjalani kehidupannya seperti semula, Bapaknya Adi pun berinisiatif untuk membelikannya kaki palsu atau sering disebut “Kaki Robocop”, hal tersebut disambut bahagia oleh Adi, karena Adi sendiri juga akan melanjutkan kuliahnya yang sempat berhenti karena kejadian itu, Adi dibantu oleh Firman dan temannya Bambang seorang aktivis kerohanian yang ada dikampus adi memutuskan untuk tinggal dikost-kostan dekat kampus bersama Bambang, meskipun awalnya orangtua Adi tidak mengijinkannya untuk tinggal dikost tetapi setelah diberi pengarahan oleh Firman dan Bambang akhirnya kedua orangtuaku mengijinkan walaupun penuh dengan rasa kekhawatiran. Tidak hanya itu, Adi juga mengikuti sebuah kgiatan yang mungkin menurut kita tidak mungkin dilakukan oleh seorang yang BUNTUNG seprti Adi, sebab untuk mengurus dirinya sendiri saja mungkin dia masih kesulitan, apa lagi harus mendaki gunung Pangrango, puncak tertinggi Jawa Barat. Tapi Adi membuktikan bahwa ia mampu menaklukkan dirinya sendiri walau dengan keterbatasan yang ia miliki.
Pada awal-awal Adi tinggal dikost, Adi merasakan kesulitan bahkan sempat putus asa, tetapi berkat bantuan teman-temannya dikost, ia bisa menjalaninya dengan tegar, sekarang ia harus menyiapkan sendiri, yang tadinya segala sesuatu Ibu yang menyiapkan segala keperluannya. Kini ia tumbuh menjadi seorang yang mandiri.
Dikampus Adi menjadi salah satu anggota Aktivis kerohanian, itu karena sahabatnya Firman dan Bambang yang sering mengajaknya menghadiri pengajian-pengajian yang ada dikampus dan sekitarnya, hingga suatu saat Firman mengajak Adi untuk pergi kesebuah Panti Asuhan yang sering Firman kunjungi. Kebetulan Panti Asuhan tersebut sedang mengadakan kegiatan rutin untuk memberikan motivasi kepada anak yatim yang ada pada Panti Asuhan tersebut, ketika acara dimulai ternyata Firman menunjuk Adi untuk menjadi pembicara dalam kegiatan tersebut, mau tidak mau Adi harus menjadi pembicara, karena Ibu Fatimah Selaku pengasuh Panti Asuhan tersebut mempercayakan itu kepada Adi. Adi pun menceritakan semua kisah hidupnya yang penuh dengan keharuan, sontak seisi Aula menangis haru, hingga Ibu Fatimah pun juga terlihat prihatin atas kisah kehidupan Adi. Seorang BUNTUNG yang dulunya hanya bisa mengeluh dan menyesal atas nasib yang ia dapatkan, kini menjadi seorang yang mandiri dan sanggup menjalani kerasnya kehidupan. Dari situ lah Adi mulai aktif menjadi seorang Motivator dalam setiap kegiatan yang ia ikuti.
Selain itu, Adi juga mulai memikirkan keinginannya dulu yang ingin membelikan rumah mewah seprti yang ada pada kawasan perumahan elite di daerah Kebayoran Baru. Tapi ia sadar diri, dia hanyalah seorang mahasiswa cacat yang masih meraba-raba masa depannya. Dari situlah ia berusaha untuk berusaha mewujudkan keinginannya itu, sampai suatu ketika saat ia berada di Panti Asuhan yang biasa ia dan Firman kunjungi, ia diutus oleh Ibu Fatimah untuk menemui anaknya yang bukan lain adalah seorang pengusaha properti yang sangat sukses, ia berpikir.“Kalau hanya uang untuk pembangunan rumah mah gampang, yang penting tahu ilmunya dulu dari si tukang pembuat bangunan.” Mungkin dari sini lah tumbuh rasa untuk dapat mewujudkan keinginannya yaitu memblikan rumah yang mewah untuk Orang tuanya. Keesokan harinya ia berangkat ke kantor yang ditunjukkan oleh Ibu Fatimah untuk menemui anaknya itu. Ternyata Pak Herman namanya, seorang yang katantya pengusaha sukses, namun sungguh bersahaja. Hanya menggunakan kaus lengan pendek dan celana kain yang duduk di sebuah kantor yang cukup mewah. Di sana Adi disambut dengan sangat ramah, hingga akhirnya Adi diberi sebuah pekerjaan dibidang marketing atau bagian pemasaran, walaupun kedengarannya sangat sulit, tapi Adi tetap mengambilnya. Lumayan untuk tambahan uang kuliah sekaligus belajar menjadi seorang pengusaha walaupun dimulai dari pekerjaan yang paling rendah, walau pun demikian, untuk menjadi seorang penguaha harus bisa menjual, karena kemampuan menjual adalah salah satu skill yang mesti dimiliki jika kita ingin menjadi pengusaha.
Hari demi hari bulan demi bulan telah Adi lewati dengan segala keterbatasannya, sampai-sampai dia lupa kalau sudah terlalu lama ia meningglaikan tugas skripsinya. Ia pikir menjadi motivator meskipun kelas kampungan itu lebih mengasyikkan dari pada harus  bergelut dengan proposal skripsi yang super-super membingungkan, belum lagi dengan dosennya yang super killer, itu semua akan membuat hari-harinya dalam kebingungan yang tak berujung. Hingga akhirnya karena dukungan keluarga dan sahabat-sahabatnya ia mulai menggarap skripsiny itu, tak butuh waktu lama untuk menyelesaikan tinggal melanjutkan judul skripsi yang dulu dan cukap dua minggu pun jadi, akhirnya dia pun lulus dan diwisuda.
Kejutan pun tiba. Tanpa harus susah payah melamar pekerjaan, Adi langsung ditawari oleh Pak Herman untuk menjadi asisten Mas Aji seorang manager marketing yang tugasnya bertemu dengan para klien, presentasi, dan bernegosiasi. Dari sana lah Adi mendapatkan relasi yang cukup banyak. Saking asyiknya bergelut dengan pekerjaannya, sampa-sampai tidak terpikir untuk mencari pasangan hidup. Hingga suatu ketika Firman datang kerumahku bersama dengan dua orang wanita, ternyata itu istri dan adiknya, mereka berbicang-bincang, dan tak tahu mengapa Ibu menanyakan “apakah Farida sudah mempunyai calon atau belum,? Kalau belum, Adi juga belum lho!” ternyata kalau sudah jodoh memang tidak akan kemana-mana, Farida pun mau dengan Adi yang hanya seorang buntung, dan akhirnya mereka pun menikah
Tak selesai sampai disitu, Adi mencoba untuk merintis sebuah perusahaan properti seperti yang ia mimpikan dulu, bersama Mas Adrian ia membuka perusahaan CV Bangkit Nusa Jaya dengan direktur Adi Nugroho dan pemegang saham Mas Adrian. Namun perusahaan itu tak bertahan lama, Mas Adi membawa kabur seluruh modal yang mereka miliki, hingga Adi pun mengalami kerugian ratusan juta. Berkat dukungan istri dan keluarganya Adi merintis kembali perusahaan bersama sahabatnya Bambang dengan mengganti nama menjadi CV Agung Perkasa yang sengaja diambil dari sepenggal nama putranya, dengan modal dasar relasi yang cukup banyak, lambat laun perusahaan mereka mulai menunjukkan dirinya sebagai perusahaan yang patut diperhitungkan.
Dan akhirnya dengan segala keterbatasannya, seorang Adi Nugroho dapat menjadi seorang yang sukses dengan menjadi pengusaha properti yang sudah tidak diragukan lagi kedudukannya dan menjadi motivator yang luar biasa.
selesai

C.  ANALISA UNSUR INTRINSIK NOVEL
1.    Tema
Tema merupakan ide pokok pengarang dalam menyusun  karya sastranya. Tema merupakan hal yang ingin disampaikan dan dipecahkan oleh pengarang melalui ceritanya. Dan tema yang terdapat dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! adalah “Jangan pernah putus asa dalam menjalani kehidupan walau bagaimanapun keadaannya”
2.    Penokohan
Tokoh utama dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! adalah Adi Nugroho, Adi Nugroho yang dulunya adalah seorang yang pesimistis, mudah mengeluh, dan mudah putus asa. Namun setelah mendapatkan masukan dari keluarganya dan sahabatnya akhirnya dia menjadi seorang yang tegar serta optimistis dalam menjalani kehidupanya.
“Tiada lagi yang bisa menghalangi termasuk ketakutan diri. “Aku harus berhasil atau mati sajalah.”
(AHJM, 2013; 119)
“Sebenarnya yang mengerdilkan kita ya diri kita sendiri. Bisa pengaruh orang lain yang negatif dan bisa juga rasa minder yang tumbuh dari dalam diri sendiri. Padahal, apa yang orang lain katakan kepada kita itu tidak penting, yang terpenting adalah apa yang kita katakan pada diri kita sendiri. Lalu apa yang akan terjadi kepadaku? Ah sungguh aku tidak tahu. Tugasku yang terpenting adalah menaklukkan diriku sendiri terlebih dahulu agar aku bisa mengangkat kepalaku dan mengepakkan sayapku lebih tinggi.”
(AHJM, 2013: 74)

Tokoh utama yang kedua dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! adalah Firman, Firman adalah teman dekat Adi Nugroho.  Ia adalah sosok sahabat yang selalu memberikan motivasi dan dukungan kepada Adi, agar dia dapat bangkit dari keterpurukan dan sanggup menjalani kehidupannya dengan semangat.
“Di, meskipun loe udah lama nggak masuk kuliah, loe tetep temen gue. Nanti kalo loe udah siap, loe masuk kuliah lagi. Sayang Bro, hari gini nggak kuliah.”
(AHJM, 2013: 26)
“Siapa bilang loe nggak bisa melakukan apa-apa lagi? Coba loe lihat, orang-orang yang ditengah keterbatasan justru mampu menciptakan prestasi yang gemilang melebihi orang normal. Kenapa loe nggak meliat mereka? Yang loe lihat malah para penyandang cacat yang akhirnya jadi pengemis. Gue nggak mau temen gue jadi seperti itu, apalagi orangtua loe. Lihat betapa Ibu loe begitu sabar meladeni loe, berharap loe akan kembali semangat. Lihat Bapak loe bekerja keras mencari nafkah untuk menyekolahkan loe dan adik-adik loe. Tidak lain agar kalian bisa menjadi orang yang pandai dan berguna. Gue paham, kondisi loe sekarang memeng sulit. Gue pun tidak mau kaki hilang satu, tapi percayalah Allah menyiapkan loe jadi orang yang hebat dengan peristiwa ini. Berpikirlah optimis, loe punya kemampuan yang bisa digali. Percayalah pada diri sendiri, Bro,” ungkap Firman panjang lebar menasehati.”
(AHJM, 2013: 28)

Tokoh utama yang ketiga dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! adalah Farida, adik dari Firman yang tak lain adalah istri Adi Nugroho. Farida adalah istri yang sangat setia, penyabar, pengertian dengan kondisi suaminya, dan sangat tulus dalam merawat suaminya walau bagaimanapun keadaan suaminya.
“Hari-hari kami lalui dengan bahagia. Istriku sangat sabar merawatku, hingga berat badanku sudah naik beberapa kilo meski pernikahan kami belum lama. Dia juga tampak bahagia bisa mengabdi kepada suami. Katanya dia senang idamannya menjadi seorang istri yang selama ini ia khayalkan akhirnya terwujud. Dia menikmati pekerjaannya mengurus suami, menyediakan makan untukku, mencuci dan menyetrika baju, merawat rumah meski ngotrak, dan juga menungguku kembali dari kerja untuk menemani malam-malamku. Katanya, “seserasa setiap gerakan tangan dan kakiku sekarang adalah pahala, Kak. Aku bangga menjadi istrimu.” Hemm aku melayang mendengar ucapannya itu. Aku tak salah memilih istri yang shalihah sepertinya.”
(AHJM, 2013: 214)
“Melihat Kakak pulang dengan selamat aku sudah senang. Uang bisa dicari lagi, Kak. Besok aku bantu menyelesaikan masalah proyek itu ya, Kak, siapa tahu masih bisa diatasi sehingga Kakak nggak rugi.”
(AHJM, 2013: 224-225)

Selain dari beberapa tokoh utama tadi, terdapat pula beberapa tokoh tambahan yang terdapat dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! yaitu Bapak, Ibu, Wahyu, Ningsih, Bambang, Bu Fatimah, Pak Herman, dan Mas Ardian. Mereka merupakan tokoh tambahan yang menjadi bumbu dalam konflik-konflik didalam novel tersebut. Tanpa kehadiran mereka, novel ini tidak mungkin menjadi semenarik dan sesempurna ini, konflik-konflik yang terjadi akibatkan oleh segala tingkah laku tokoh utama dan tokoh tambahan tersebut.
Bapak merupakan Ayah Kandung dari Adi Nugroho, bapak dalam novel ini memiliki perwatakan yang kalem dan bijaksana.
“Selamat kamu telah berhasil, Nak. Tapi, hidupmu masih panjang ini adalah awal untuk kamu mengepakkan sayap. Mau kemana dan mau berbuat apa itu masih harus kamu jalani dan pikirkan. Bapak sudah tidak mengkhawatirkanmu lagi. Jika kamu bisa melampaui yang dulu hingga berhasil sampai disini. Bapak yakin, kamu pasti juga bisa menjalani kehidupan selanjutnya dengan lebih baik,” nasihat Bapak setelah memberikan selamat kebanggan kepadaku.”
(AHJM, 2013: 171)

Ibu meupakan Ibu Kandung dari Adi Nugroho, Ibu dalam novel ini memiliki perwatakan baik hati, penyayang terhadap anak-anaknya.
“Dengarlah, Nak, walaupun kamu tak lagi berkaki lengkap, tapi kamu tetaplah masih anak Ibu yang tanpan. Banyak hal yang masih bisa kau lakukan meskipun hanya dengan satu kaki,” ungkap ibu menghiburku sambil masih membelai rambutku,”(AHJM, 2013: 17-18)

Wahyu merupakan adik laki-laki dari Adi Nugroho, sosok yang cerdas, haus akan kajian keilmuan, dan seorang yang Religius.
“Beda lagi dengan Wahyu, dia orangnya sangat Relgius. Setamat dari SMA, ini dia malah berminat untuk nyantri di Jawa. Belajar di Pesantren sembari kuliah. Bapakku sebenarnya sedikit keberatan. Terang saja, kami bukan berasal dari keluarga Religius.”(AHJM, 2013: 41)

Ningsih merupakan adik perempuan Adi Nugroho, Ningsih merupakan sosok adik yang baik hati dan perhatian terhadap Kakaknya.
“Pagi harinya, Ningsih tanpa kuduga sudah menyiapkan kaus, celana panjang, dan juga sarapan. Dia pun sudah berdandan rapi. Aku tak dapat mengelak untuk segera mandi dan menuruti keinginannya”.
(AHJM, 2013: 31)
Bambang merupakan teman sekostan Adi Nugroho dan juga teman Firman. Seorang laki-laki yang santai, dan tidak banyak basa-basi.
“Dua hari kemudian, Firman temannya yang bernama Bambang ke rumahku. Seorang yang cukup gagah berhidung mancung, berkulit sawo matang dan bertubuh kekar. Rambut sedikit gondrong, dengan pakaian yang santai hanya kaus oblong dan celana jins longgar serta sendal jepit. Jauh dibanding dengan anak-anak kampus yang aktivis kerohanian. Biasanya mereka berbaju necis, rambut klimis, disertai senyum tipis. Ternyata orang ini tidak banyak basa-basi, ketemu langsung main salam persahabatan dan peluk keakraban. Seakan aku ini teman yang lama tidak berjumpa saja, padahal baru kenal. Tapi aku suka gayanya, santai tidak banyak unggah-unguh yang kadang baik, namun terkadang juga menjadi sekat perbedaan antar manusia. Padahal semua manusia kan sama.”(AHJM, 2013: 53)

Ibu Fatimah seorang janda yang ditinggal suaminya. Beliau merupakan pengasuh Panti Asuhan, baik hati, dan dermawan.
”Anak-anaksudah pada punya pekerjaan sendiri-sendiri, ketimbang saya tidak ada teman dirumah, ya mending saya ajak anak-anak yang terlantar kemeri untuk saya asuh.”(AHJM, 2013: 87)

Pak Herman merupakan anak dari Ibu Fatimah, seorang pengusaha properti yang sukses, ia merupakan pribadi yang baik hati, sederhana, dan bersahaja.
“Sosok itu meski katanya orang sukses, namun sungguh bersahaja. Hanya menggunakan kaus lengan pendek dan celana panjang kain dia duduk di sebuah kantor yang cukup mewah.”
(AHJM, 2013: 100)

Mas Ardian merupakan rekan sekantor Adi Nugroho, seorang yang haus akan kekayaan yang melipah, dan ambisius.
“Saya kira Mas Ardian terlalu berambisi. Aku kurang setuju denganmu. Jadi, saya pikir pembicaraan ini kita cukupkan saja.” Ujarku dengan serius. Tampak kekecewaan di wajahnya, namun aku tak pedulikan. Aku rasa dia hanya mengambil keuntungan untuk dirinya sendiri.”
(AHJM, 2013: 203)

3.    Plot Atau Alur

Plot atau alur merupakan cara pengarang menjalin peristiwa-peristiwa dalam cerita secara beruntun sehingga membentuk kesatuan yang padu, bulat, dan utuh. Plot atau alur merupakan elemen penting dalam membentuk sebuah karya. Dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! memiliki alur progresif atau alur maju. Urutan peristiwa diuraikan atau diceritakan secara runtut, dari awal hingga akhir. Hal ini dibuktikan oleh beberapa tahapan sebagai berikut.

Tahap awal atau tahap pengenalan didahului oleh narasi yang menceritakan tentang seorang yang mengalami sebuah kecelakaan kecil yang berakibat sangat fatal bagi kelanjutan hidupnya.
“Saat aku dan teman-teman menonton musik di Ancol, sebuah kecelakaan kecil terjadi. Karena banyaknya penonton hingga berdesak-desakkan, sandal yang aku pakai pun terlepas. Dan saking asyiknya mengikuti deru irama musik yang menghentak aku pun tak memperhatikan tanah yang kuinjak, dan ternyata ada pecahan botol dari bahan beling. Darah pun seketika mengalir dari telapak kakiku. Namun aku piker itu adalah luka biasa yang tak berbahaya. Itulah awal dari peristiwa tragis yang saat ini aku alami. Luka yang kuacuhkan lama-lama membengkak, kakiku terinfeksi. Dan aku tidak mengira luka itu menjalar dan kakiku pun seakan membusuk. Ternyata aku terkena tetanus. Dari situlah saran dokter agar kakiku segera diamputasi, kalau tidak penyakit bisa menjalar keseluruh tubuh dan bisa menyebabkan kematian. Ibuku menangis, demikian juga kedua adikku. Bapakku terdiam menerima kenyataan.”
(AHJM, 2013: 24)

Tahap kedua yakni konflik / titik awal pertikaian, awal pertikaian timbul ketika seorang Adi Nugroho berfikir bahwa dirinya sudah tidak bisa mewujudka masa depan yang indah dengan keadaan seperti itu.
“Aku kembali terdiam. Aku benar-benar tak punya masa depan. Untuk apa aku keluar rumah jika teman-teman pun tak ada lagi yang peduli lagi denganku? Sudah aku putuskan untuk keluar dari universitas dan aku akan menjalani hidupku di dalam kamar. Entah apa yang akan kulakukan dengan kondisi seperti ini. Mungkin aku akan menunggu saat kematianku dengan menikmati hidup seperti ini.”(AHJM, 2013: 19)

Tahap ketiga yaitu peleraian masalah, yaitu dimulai dari Adi Nugroho mulai menjadi seorang terbuka, menjadi seorang motivator, dan merintis bisnis properti.
Alhamdulillah, akhirnya kamu mau terbuka, Nak, Ibu senang sekali,” katanya. Aku hanya tersenyum.”(AHJM, 2013: 29)
“Gara-gara aku sering mengisi kegiatan untuk anak-anak panti dan anak-anak jalanan aku dijuluki motivator oleh teman-temanku. Kata mereka gayaku tak kalah dengan Reza M. Syarif. Ah masa iya sih?. Aku juga selelu semangat seperti motivator yang selalu antusias Tung Desm Waringin, dan juga aku bijaksana meniru motivator yang cool and calm tapi setiap ucapannya dahsyat menyentuh setiap nurani yang redup menjadi tercerahkan Mario Teguh. Sebenarnya itu karena aku mencontoh ilmu mereka, tapi tentunya aku masih jauh dari mereka.” (AHJM, 2013: 147)
“CV Bangkit Nusa Jaya dengan direktur Adi Nugroho tengah membangun sebuah perumahan dengan total pembiayaan tiga milyar rupiah. Proyek yang cukup besar untuk pemula sepertiku saat ini.” (AHJM, 2013: 218)
Tahap akhir dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! adalah, bahwa ia mempunyai istri, mempunyai anak disertai kesuksesan dalam berkarir sebagai pebisnis properti, dan menjadi motivator ulung.
“Pernikahanku berlangsung cukup meriah. Aku ingin memberikan yang terbaik untuk istriku, meski dia tidak meminta. Sanak saudara, teman, rekan kerja berkumpul untuk memberikan do’a dan ucapan selamat kepada kami. Mereka bilang kami pasangan yang serasi. Aku bangga dibuatnya.” (AHJM, 2013: 213)
“Jika Tuhan telah berkehendak memang tidak ada yang mustahil. Perusahaan baruku CV Agung Perkasa yang sengaja aku ambil dari sepenggal nama putraku, sudah mulai beroprasi. Aku masih dipercaya oleh berbagai pihak untuk membangun proyek. Meskipun proyek kecil namun yang terpenting perusahaan punya nama yang bisa diandalkan terlebih dahulu.”
(AHJM, 2013: 245)
“Meski aku telah dibilang telah sukses dalam bisnis, namun ada yang selalu mengetuk hatiku untuk tidak tinggal diam di dalam rumah menikmati hasil kerja kerasku. Ada bisikan hati yang selalu mengetukku untuk berbagi dengan sesama. Mungkin karena sibuk dengan urusan perusahaan akhir-akhir ini sehingga aku hampir saja melupakan hobiku untuk memberikan motivasi kepada saudara-saudarku yang membutuhkan. Saat ada tawaran mengisi sesi motivasi di sebuah pusat rehabilitasi narkoba, aku langsung menyetujuinya. Aku rindu berbagi cerita dan mendengarkan keluhan mereka juga mencoba memberikan solusi bagi mereka.” (AHJM, 2013: 251)
“Suatu pagi, ada telepon dari seorang yang belum aku kenal sebelumnya. Dan setelah mengobrol singkat, aku diminta untuk datang ke sebuah kantor untuk meeting guna mengadakan kerjasama denganku. Dan akhirnya aku tahu bahwa pihak yang ingin bertemu denganku dan ingin mengadakan kerjasama itu adalah sebuah stasiun TV swasta yang ingin mengadakan program motivasi dan inspirasi. Mereka memilihku untuk menjadi narasumber di acara tersebut. Rencana ada beberapa episode yang telah ditentukan, dan jika sambutan dari masyarakat bagus, maka kontrak bisa diperpanjang. Masuk TV? Hemm mimpi kali yeee! Itu dulu. Dan sekarang itu akan menjadi kenyataan. Aku tak pernah menghayalkan dan tanpa direncanakan justru pihak Televisi seendiri yang mengajukan penawaran.” (AHJM, 2013: 257)

4.    Setting
Setting atau Aku Harus Jadi Malaikat! terdiri dari beberapa tempat, mulai dari Panti Asuhan, kampus, hingga kompleks perumahan elit. Tetapi yang paling penting penekanannya dalam novel ini adalah rumah keluarga Adi Nugroho.
“Sudah hampir dua bulan sejak kepulanganmu dari rumah sakit, kamu belum pernah keluar rumah. Dikamar terus, nanti kamu malah semakin jenuh, Nak. Cobalah keluar mencari udara segar kambil melatih kakimu itu,” pinta ibuku.”(AHJM, 2013: 15)

Didalam novel ini juga sangat banyak latar tempat lainnya, antara lain kamar Adi, beranda rumah, lapangan, ujung pertigaan jalan, ruang tamu, kampung pesisir laut Jawa, dan lain sebagainya.
“Firman adalah teman akrab dikampus dulu. Kami suka main kemana-mana bersama. Namun sejak aku diamputasi, aku jarang pergi-pergi bersamanya lagi, kecuali dia yang sering berkunjung kerumah. Kutemui dia di beranda rumah, dan aku sudah tahu apa kalimat yang akan diucapkan pertama kali.”
(AHJM, 2013: 26)
“Kami pun meneruskan perjalanan hingga ke lapangan. Dan ternyata di sana banyak orang berolahraga, memanfaatkan hari libur dan sekolah.”
(AHJM, 2013: 23)
“Besokkan hari minggu, Ningsih ajakin mas Adi jalan-jalan yuk! Di ujung pertigaan jalan rumah ini ada tukang bakso baru. Selama mas Adi mengurung diri di rumah kan belum pernah ke sana. Mau gak, Mas?”
(AHJM, 2013: 30)
“Keesokan harinya, senin tepatnya pukul 15.30, aku sudah menyiapkan diri menyambut siswa pertamaku. Aku memanfaatkan ruang tamu untuk dijadikan tempat belajar.”(AHJM, 2013: 36)

Kemudian mengenai setting waktu, dalam novel ini juga memiliki banyak latar waktu, diantaranya yaitu, pagi hari, hari minggu, senin pukul 15.30, dan lain sebagainya.
“Ohhh… andaikan saja aku tak lagi mampu memuka mata, dan aku tetap dalam mimpi indah yang tanpa rasa duka aku tak lagi merasakan dinginnya udara pagi yang menusuk-nusuk dan membuat lara.”(AHJM, 2013: 11)
“Besokkan hari minggu, Ningsih ajakin mas Adi jalan-jalan yuk! Di ujung pertigaan jalan rumah ini ada tukang bakso baru. Selama mas Adi mengurung diri di rumah kan belum pernah ke sana. Mau gak, Mas?”
(AHJM, 2013: 30)
“Keesokan harinya, senin tepatnya pukul 15.30, aku sudah menyiapkan diri menyambut siswa pertamaku. Aku memanfaatkan ruang tamu untuk dijadikan tempat belajar.”(AHJM, 2013: 36)

Dan yang terakhir yaitu latar suasana, dalam novel ini terjadi kejadian yang menyebabkan banyak suasana, mulai dari hening, tegang, sedih, sampai bahagia dan sangat gembira.
“Sayup-sayup suara adzan subuh melintas ditelinga. Hembusan angin malam menelusup melalui lubang-lubang ventilasi, dingin. Tak peduli meski selimut tebal sudah kukenakan, hawa dingin yang lembut tetap mengoyak kulit.”
(AHJM, 2013: 11)
“Ya Allah, Nak, hati-hati. Masya Allah, bagaimana ini?” suara ibu penuh ketegangan.”(AHJM, 2013: 15)
“Tentu saja aku senang, Ayah, hanya aku tidak menyangka akan tinggal dirumah sebagus itu. Padahal, jika pun kita tinggal di rumah yang sederhana namun milik kita bukan lagi kontrak, itu saja aku sudah bahagia. Apalagi Ayah akan membawa kami ke rumah yang indah itu, aku sangat gembira.”
(AHJM, 2013: 249)

5.    GAYA BAHASA

Gaya bahasa merupakan cara yang khas pengungkapan seorang pengarang, masing-masing pengarang memiliki ciri tersendiri berbeda satu sama lain.
Dalam novel ini secara keseluruhan menggunakan bahasa yang sederhana. Namun pada saat percakapan lebih banyak menggunakan bahasa anak muda zaman sekarang, yang cenderung santai dan tidak formal. Adapun beberapa tokoh yang menggunakan bahasa jawa pada saat percakapan, meskipun hanya sedikit.
”Aku kembali terdiam. Aku benar-benar tak punya masa depan. Untuk apa keluar rumah jika teman-teman pun tak ada yang peduli lagi denganku? Sudah aku putuskan untuk keluar dari universitas dan aku menjalani hidupku di dalam kamar. Entah apa yang akan kulakukan dengan kondisi seperti ini. Mungkin aku akan menunggu dengan menikmati hidupseperti ini.”
(AHJM, 2013: 19)
“Emang gue udah nggak berguna kok, Bro, apa sih yang bisa gue lakuin? Gak ada. Biarin aja gue begini, hidup-hidup gue, kenapa loe repot-repot mikirin? Paling ntar kalau orang tua gue udah pada ninggal, tinggal nongkrong di pinggir jalan sambil nadahin tangan. Beres kan?”
(AHJM, 2013: 27)
“Lhooo piye tho koe, Nak, katanya sudah mulai membuka diri? Ya dimulai dari lingkungan sekitar tho?”sahut bapakku menimpali, dengan logat Jawa yang masih kental.”
(AHJM, 2013: 30)

6.    Sudut Pandang

Setiap pengarang memiliki pandangan hidup yang berbeda-beda. Untuk Menceritakan suatu hal dalam novel, pengarang menggunakan sudut pandang tertentu. Sudut pandang dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! Pengarang menggunakan sudut pandang orang pertama. Hal ini ditunjukkan oleh pengarang dengan selalu menyebutkan “Aku” untuk tokoh utama, seakan-akan pengarang adalah tokoh utama dalam novel tersebut.
“Ohhh… andaikan saja aku tak lagi mampu memuka mata, dan aku tetap dalam mimpi indah yang tanpa rasa duka aku tak lagi merasakan dinginnya udara pagi yang menusuk-nusuk dan membuat lara.”
(AHJM, 2013: 11)

7.    Amanat
Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang dalam sebuah cerita. Sebuah cerita mengandung penerapan pesan dari pengarang, mulai cerita, sikap, hingga tingkah lak tokoh. Diharapkan dapat menyajikan hikmah. Pembaca akan merasakan sentuhan rohani dengan pesan-pesan moral dan pengetahuan. Amanat yang disampaikan pengarang dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! sangat banyak sekali, tetapi amanat yang paling mendasar adalah, Jika kita mempunyai sebuah keterbatasan atau kekurangan, jangan jadikan itu sebagai penghalang kita untuk mencapai apa yang kita inginkan.

D.  PENILAIAN NOVEL
1.    Keunggulan Novel
Dalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! Menyuguhkan perjuangan hidup seorang yang memiliki sebuah keterbatasan dan tidak mudah dalam menjalaninya. Kisah-kisah didalam novel Aku Harus Jadi Malaikat! Memberikan contoh nyata bahwa POTENSI kita sebenarnya sangat luar biasa namun kita sendiri yang kadang membatasinya. Novel ini mengajak sang pembaca untuk “meloncat setinggi-tingginya.” Lepas dari belenggu yang membatasi diri dan mengubah kehidupan menjadi lebih bermakna, selain itu dipastikan novel ini akan membuat kita enggan membuka halaman berkutnya karena pesona didalamnya, sedangkan kita perlu membaca halaman selanjutnya untuk mencari sisi pesona yang lain, sebuah novel inspiring yang mempesona.
2.    Kekurangan Novel
Dari sekian banyak kelebihan yang terdapat novel Aku Harus Jadi Malaikat! Seakan-akan menunjukkan bahwa novel ini begitu sempurna, tetapi, kekurangan akan tampak ketika pembaca hanya melihat dari luarnya saja, akan tetapi kalau kita menghendaki untuk lebih memahami novel ini, kita dapat menemukan kelemahan-kelamahan yang terdapat dalam novel ini, salah satunya adalah dengan mengamati judul novel ini, jika pembaca tidak dapat memahami maksud dari penulis dalam judul novelnya  Aku Harus Jadi Malaikat! Bisa jadi sang pembaca menilai kurang rasional, karena, akan kah mungkin seorang menjadi malaikat? tidak kan? Tetapi seseorang hanya mampu memiliki sifat seperti malaikat. slain itu dalam novel ini juga banyak menggunakan bahasa yang sedikit agak rumit dan terkadang sukar untuk dipahami.

Unordered List

Sample Text

Diberdayakan oleh Blogger.

Popular Posts

Recent Posts

Text Widget